Cari Blog Ini

Ibnu Rajab Al Hambali

NASAB DAN KELAHIRANNYA


Nama lengkapnya adalah Imam Hafizh Zainuddin Abdurrahman bin Ahmad bin Abdurrahman bin Hasan bin Muhammad bin Abul Barakat As-Salami Al-Baghdadi kemudian Ad-Dimasyqi Al-Hanbali rahimahullah. Namun beliau sangat populer dengan sebutan Ibnu Rajab Al-Hanbali yang sebenarnya itu merupakan gelar kakeknya yang bernama Abdurrahman. Berbagai referensi mengenai biografi beliau telah bersepakat bahwa beliau dilahirkan di Kota Baghdad pada tahun 736 H. Sejak kecil beliau telah tumbuh di sebuah keluarga yang kental dengan ilmu syar’i dan kesalehan. Kakek beliau yang bernama Abdurrahman mempunyai majelis ilmu yang mengkaji ilmu hadis di kota Baghdad. Bahkan beliau sendiri sempat beberapa kali menghadiri majelis kakeknya tersebut. Sementara itu ayahanda beliau yang bernama Syihabuddin Ahmad adalah seorang ahli qira’ah dan hadis di Baghdad.

PERKEMBANGANNYA DALAM MENUNTUT ILMU


Sang ayahanda begitu antusias untuk memperdengarkan hadis kepada putranya dari para syaikh yang tsiqah lagi tenar dalam periwayatan hadis. Memotivasinya untuk menimba ilmu hadis dari ulama-ulama pakar hadis di berbagai penjuru negeri. Di Baghdad, beliau menimba ilmu hadis dengan pengawasan langsung dari sang ayah. Lebih dari itu beliau juga menimba perbendaharaan hadis dan mendapat ijazah (izin dan rekomendasi dari seorang syaikh kepada muridnya untuk meriwayat hadis-hadisnya atau karya tulisnya) dari para ulama di Damaskus, Mesir dan yang lainnya.

Ibnu Rajab beserta dengan ayahnya datang ke Kota Damaskus pada tahun 744 H. Keduanya datang dengan misi untuk mendapatkan sanad hadis yang lebih tinggi dari para muhaddits (ahlul hadis) di masanya. Selain itu mereka juga ingin meriwayatkan secara langsung dari para ulama besar di kota tersebut. Karena saat itu Damaskus merupakan salah satu pusat pengkajian ilmu agama yang sangat penting dalam dunia Islam. Para penuntut ilmu berdatangan dari berbagai penjuru negeri untuk menuntut ilmu di kota tersebut.

Di antara ulama Damaskus yang pernah menjadi gurunya adalah Abul Abbas Ahmad bin Hasan yang terkenal dengan nama Ibnu Qadhil Jabal. Syihabbuddin Abul Abbas Ahmad bin Abdurrahman, ‘Izzuddin Abu Ya’la Hamzah bin Musa dan masih banyak ulama Damaskus yang lainnya. Kemudian safari ilmiah beliau berlanjut di Mesir pada tahun 754 H. Di sana beliau mendengarkan hadis dari nama-nama besar seperti Nashiruddin Muhammad bin Ismail Al-Ayyubi, Abul Fath Al-Maidumi, ‘Izzuddin Qadhinya Mesir dan masih banyak yang lainnya. Sungguh sangat banyak guru-guru beliau yang tersebar di berbagai penjuru negeri. Karena safari beliau masih berlanjut ke Quds, Mekkah, Madinah dan yang lainnya. Sehingga tidak mungkin untuk menyebutkan guru-guru beliau secara terperinci di kota-kota itu. Kiranya ini sudah cukup menggambarkan kepada kita betapa banyak guru-guru beliau.

Setelah meninggalnya ayahanda beliau pada tahun 774 H, maka sejak saat itulah beliau menghentikan tour ilmiah beliau dan fokus dalam berdakwah. Beliau menghabiskan waktu untuk menelaah kitab, menulis, mengajar, dan berfatwa. Dalam sejarah tercatat beliau pernah mengajar di Madrasah Hanbaliyah yang populer dengan sebutan Madrasah Kubra. Bahkan tatkala ayahnya masih hidup, Ibnu Rajab telah mengajar di Jami’ Bani Umayah Al-Kabir. Sebuah majelis yang sangat istimewa, karena dihadiri oleh murid-murid senior Imam Ahmad. Ibnu Rajab juga sangat ahli dan menonjol dalam menyampaikan nasihat. Tatkala beliau berceramah, para hadirin senantiasa terkesima mendengarnya dan terbakar semangatnya. Dengan seizin Allah, beliau mampu membuat manusia mudah memahami berbagai permasalahan agama.

Beliau telah dianugrahi ilmu yang bermanfaat, metode yang indah dalam mengajar, kalbu yang khusyuk dan niat yang benar. Hal ini membuat beliau disukai dan dicintai oleh kaum muslimin saat itu. Sumbang sih beliau yang sangat besar dalam memberikan faedah ilmiah dan fatwa dalam majelis ilmu membuat daya tarik sendiri bagi para penuntut ilmu. Sehingga mereka pun berdatangan untuk menimba ilmu secara langsung dari beliau dan meriwayatkan hadis. Sehingga tidak sedikit di antara mereka yang akhirnya menjadi ulama besar nan terpercaya. Di antara murid beliau adalah Ahmad bin Abu Bakr Ibnu Rasam, Ahmad bin Nashrullah Al-Baghdadi, Abdurrahman bin Ahmad Az-Zarkasyi, Ali bin Muhammad Ibnu Liham, Al-Mizzi, Ibnu Muflih, dan masih banyak yang lainnya.

PUJIAN-PUJIAN PARA ULAMA TERHADAP BELIAU


Berbagai pujian dan gelar kehormatan telah disandangkan oleh para ulama terhadap beliau. Ibnu Liham menyatakan, “Beliau adalah guru kami, seorang imam, sangat berilmu, hafizh, Syaikhul Islam dan penjelas berbagai permasalahan yang samar.” Syihabuddin Ahmad bin Hija yang merupakan hafizhnya negeri Syam menyatakan, “Beliau kokoh pengetahuannya dalam berbagai cabang ilmu sehingga menjadi orang paling berilmu di negerinya tentang ilmu ‘Ilal hadis dan penelitian riwayat hadis.” Ibnu Muflih mengatakan, “Beliau adalah seorang syaikh yang sangat berilmu, seorang hafizh yang zuhud dan gurunya para ulama Hanabilah.”

Ibnu Rajab juga dikenal sebagai seorang pribadi yang tawadhu sebagaimana dikisahkan oleh Ibnu Liham berikut ini, “Suatu ketika guru kami pernah menyebutkan sebuah permasalahan dan beliau pun bersungguh-sungguh dalam menelaahnya. Aku merasa sangat kagum dengan kesungguhan dan kekokohan ilmunya. Selang beberapa waktu permasalahan tersebut muncul di majelis beliau bersama tokoh ulama madzhab dan yang lainnya. Sungguh di luar dugaan, saat itu beliau tidak berbicara sepatah kata pun di forum tersebut. Ketika beliau beranjak pergi, aku pun berkata kepadanya, “Bukankah anda telah menelaah permasalahan tersebut?” Beliau menjawab, “Aku hanya akan membicarakan sesuatu yang aku harapkan dengannya pahala dari Allah. Sementara aku takut membicarakannya di majelis seperti ini.” Sepenggal kisah ini menunjukkan ketulusan dan keikhlasan niat beliau dalam memberikan pengajaran. Bukan suatu hal yang sulit seandainya beliau angkat bicara dan menjelaskan permasalahan tersebut di hadapan mereka. Namun beliau sangat mengkhawatirkan pujian manusia akan memunculkan sifat bangga diri atau riya’.

KARYA-KARYA TULISNYA


Al-Hafizh Ibnu Rajab tergolong sebagai salah satu ulama yang sangat produktif dan ahli dalam menghasilkan berbagai karya tulis. Beliau telah menulis berbagai karya ilmiah sebagai referensi yang begitu berharga bagi kaum muslimin. Sungguh sangat luar biasa goresan tinta beliau dalam ilmu tafsir, hadis, fikih, sejarah dan akhlak. Semua itu merefleksikan betapa luas dan dalamnya keilmuan beliau. Di antara karya beliau adah sebagai berikut
  1. Dalam bidang ilmu tafsir: Tafsir Surat An-Nashr, Al-Ikhlash, Al-Fatihah, Al-Istighna bil Qur’an dan yang lainnya.
  2. Dalam bidang ilmu hadis: Fathul Bari Syarh Shahih Al-Bukhari, Syarh Jami’ At-Tirmidzi, Majmu’atu Rasail, Syarh ‘Ilal At-Tirmidzi dan yang lainnya.
  3. Dalam bidang ilmu biografi para perawi dan sejarah: Adz-Dzail ‘ala Thabaqatul Hanabilah, Mukhtashar Sirah Umar bin Abdul Aziz, Waqa’atu Badr dan yang lainnya.
  4. Dalam bidang ilmu Suluk dan Tazkiyatun Nufus: Lathaiful Ma’arif Fima Limawasimi minal Wadhaif, Fadhlu ‘Ilmis Salaf ‘ala ‘Ilmil Khalaf, At-Takhfif minanar wa Ta’rif bihali Daril Bawar, Al-Farqu Bainan Nashihah Wat Ta’yir, Al-Ilmam fi Fadhaili Baitillahil Haram dan yang lainnya.

WAFATNYA BELIAU


Al-Hafizh Ibnu Rajab meninggal pada tahun 795 H di Damaskus setelah menghabiskan umurnya untuk dakwah. Beliau dimakamkan di pekuburan Al-Babus Shaghir di sebelahnya Syaikh Abul Faraj Asy-Syairazi. Yaitu seorang ulama yang menyebarkan madzhab Imam Ahmad di Baitul Maqdis dan Damaskus. Mengenai akhir kehidupannya, Ibnu Nashiruddin berkisah, “Sungguh orang yang menggali liang lahat untuk Ibnu Rajab rahimahullah telah bercerita kepadaku. Bahwa Syaikh Zainuddin Ibnu Rajab datang menemuinya beberapa hari sebelum meninggal lantas berkata, “Buatkan liang lahat untukku di sini.” Kemudian beliau menunjuk kepada tempat pembuatan liang lahat tersebut. Aku pun mulai menggali dan setelah selesai beliau turun ke liang untuk mencobanya. Beliau berbaring dan ternyata sangat senang dengan lubang tersebut seraya mengatakan, “Ini sangat bagus.” Kemudian setelah beliau bangkit dan keluar. Orang itu mengatakan, “Demi Allah tidak terasa beberapa hari berlalu tiba-tiba jenazah beliau telah dibawa kemudian aku meletakkan jenazah beliau di liang tersebut dan menguburnya. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan ampunan-Nya kepada Ibnu Rajab Al-Hanbali. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin.

Sumber: Majalah Qudwah, edisi 24 volume 03 1436 H/ 2015 M, rubrik Biografi. Pemateri: Ustadz Abu Hafy Abdullah.