Cari Blog Ini

Ad-Dararil Mudhiyyah - Kitab Khumus

كِتَابُ الۡخُمُسِ

يَجِبُ فِيمَا يُغۡنَمُ فِي الۡقِتَالِ وَفِي الرِّكَازِ وَلَا يَجِبُ فِيمَا عَدَا ذٰلِكَ، وَمَصۡرِفُهُ مَنۡ فِي قَوۡلِهِ تَعَالَى: ﴿وَٱعۡلَمُوٓا۟ أَنَّمَا غَنِمۡتُم مِّن شَىۡءٍ﴾ [الأنفال: ٤١] الآية.
Wajib dikeluarkan seperlima bagian pada setiap apa yang diperoleh dalam peperangan (ghanimah / harta rampasan perang) dan pada rikaz (harta karun). Dan tidak wajib pada selain itu. Penyalurannya adalah pada siapa saja yang disebutkan dalam firman Allah ta’ala, “Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kalian peroleh sebagai rampasan perang…” (QS. Al-Anfal: 41). 
أَقُولُ: أَمَّا مَا يُغۡنَمُ فِي الۡقِتَالِ؛ فَسَيَأۡتِي الۡكَلَامُ فِيهِ إِنۡ شَاءَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِ الۡجِهَادِ وَالسِّيَرِ، وَلَا فَرۡقَ بَيۡنَ الۡأَرَاضِي وَالدُّورِ الۡمَأۡخُوذَةِ مِنَ الۡكُفَّارِ وَبَيۡنَ الۡمَنۡقُولَاتِ، فَإِنَّ الۡجَمِيعَ مَغۡنُومٌ فِي الۡقِتَالِ، وَأَمَّا الۡفَيۡءُ وَهُوَ مَا أَخَذَ بِغَيۡرِ قِتَالٍ فَحُكۡمُهُ مَذۡكُورٌ فِي قَوۡلِهِ تَعَالَى: ﴿مَّآ أَفَآءَ ٱللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِۦ مِنْ أَهْلِ ٱلْقُرَىٰ﴾ [الحشر: ٧] وَالۡمُرَادُ بِقَوۡلِهِ تَعَالَى: ﴿مِنۡ شَيۡءٍ﴾ [الأنفال: ٤١] مَا بَيَّنَهُ رَسُولُ اللهِ ﷺ، لَا كُلٌّ مَا يُطۡلَقُ عَلَيۡهِ اسۡمُ الۡغَنِيمَةِ، بَلۡ مَا غَنِمَ بِالۡقِتَالِ كَمَا فِي النِّهَايَةِ وَغَيۡرِهَا، وَلَوۡ بَقِيَ عَلَى عُمُومِهِ لَاسۡتَلۡزَمَ وُجُوبَ الۡخُمُسِ فِي الۡأَرۡبَاحِ وَالۡمَوَارِيثِ وَنَحۡوِهِمَا وَهُوَ خِلَافُ الۡإِجۡمَاعِ وَمَا اسۡتَلۡزَمَ الۡبَاطِلَ بَاطِلٌ.
Adapun apa yang diperoleh dalam peperangan, akan datang pembahasan tentangnya insya Allah dalam kitab jihad dan ekspedisi. Tidak ada perbedaan antara tanah-tanah dan rumah-rumah yang diambil dari orang-orang kafir dengan barang-barang yang bisa dipindah-pindahkan. Karena itu semua adalah harta rampasan perang. Adapun fai` adalah setiap yang diambil tanpa peperangan. Hukumnya disebutkan dalam firman Allah ta’ala, “Apa saja harta fai` yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota…” (QS. Al-Hasyr: 7). Yang dimaksud dengan firman Allah ta’ala, “min syai`” (QS. Al-Anfal: 41) adalah apa yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jelaskan. Tidak semua yang dimutlakkan nama ghanimah. Namun, hanya setiap yang diperoleh dengan peperangan sebagaimana di dalam kitab An-Nihayah dan selainnya. Seandainya ghanimah yang tersebut dalam ayat itu umum, niscaya akan berkonsekuensi wajibnya khumus pada laba perdagangan, harta waris, dan semisal keduanya. Dan ini menyelisihi kesepakatan. Setiap perkara yang berkonsekuensi kepada hal yang batil, maka ia adalah batil.
وَأَمَّا وُجُوبُهُ فِي الرِّكَازِ؛ فَلِحَدِيثِ أَبِي هُرَيۡرَةَ فِي الصَّحِيحَيۡنِ وَغَيۡرِهِمَا: أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: (الۡعَجۡمَاءُ جُبَارٌ وَالۡبِئۡرُ جُبَارٌ وَالۡمَعۡدِنُ جُبَارٌ وَفِي الرِّكَازِ الۡخُمُسُ)[1]. وَالرِّكَازُ بِكَسۡرِ الرَّاءِ وَتَخۡفِيفِ الۡكَافِ وَآخِرُهُ الزَّايُ، قَالَ مَالِكٌ وَالشَّافِعِيُّ: الرِّكَازُ دَفۡنُ الۡجَاهِلِيَّةِ. وَقَالَ أَبُو حَنِيفَةَ وَالثَّوۡرِيُّ وَغَيۡرُهُمَا: إِنَّ الۡمَعۡدِنَ رِكَازٌ. وَخَالَفَهُمۡ فِي ذٰلِكَ الۡجُمۡهُورُ فَقَالُوا: لَا يُقَالُ الۡمَعۡدِنُ رِكَازٌ، وَاحۡتَجُّوا بِمَا وَقَعَ فِي هَٰذَا الۡحَدِيثِ مِنَ التَّفۡرِقَةِ بَيۡنَهُمَا بِالۡعَطۡفِ وَأَنَّ ذٰلِكَ يَدُلُّ عَلَى الۡمُغَايَرَةِ. وَفِي الۡقَامُوسِ تَفۡسِيرُ الرِّكَازِ بِالۡمَعۡدَنِ وَدَفۡنِ الۡجَاهِلِيَّةِ. وَقَالَ صَاحِبُ النِّهَايَةِ: إِنَّ الرِّكَازَ يَقَعُ عَلَيۡهِمَا وَإِنَّ الۡحَدِيثَ وَرَدَ فِي الدَّفِينِ. هَٰذَا مَعۡنَى كَلَامِهِ.
Adapun kewajiban khumus pada rikaz (harta karun), berdasarkan hadits Abu Hurairah dalam dua kitab Shahih dan selain keduanya: Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Binatang ternak yang merusak tidak ada tanggungannya, kecelakaan di sumur tua tidak ada tanggungannya, kecelakaan di pertambangan tidak ada tanggungannya, dan pada rikaz (harta terpendam peninggalan jahiliyyah) dikeluarkan seperlima.” Ar-Rikaz dengan mengkasrah huruf ra`, huruf kaf tidak ditasydid, dan huruf akhirnya adalah zay. Malik dan Asy-Syafi’i berkata: Rikaz adalah barang yang tertimbun zaman jahiliyyah (harta karun). Abu Hanifah, Ats-Tsauri, dan selain keduanya: Sesungguhnya barang tambang adalah rikaz. Tapi mayoritas ulama menyelisihi pendapat mereka itu, mereka mengatakan: Barang tambang tidak dinamakan rikaz. Mereka beralasan dengan yang terdapat dalam hadits ini berupa dibedakannya antara keduanya menggunakan ‘athaf dan bahwa itu menunjukkan perbedaan. Di dalam kamus, rikaz ditafsirkan dengan barang tambang dan harta karun. Penyusun kitab An-Nihayah berkata: Bahwa rikaz bisa digunakan untuk keduanya namun dalam hadits tersebut hanya bermakna untuk harta karun. Ini makna ucapan beliau.
وَأَمَّا كَوۡنُهَا لَا تَجِبُ فِيمَا عَدَا ذٰلِكَ؛ فَلِعَدَمِ الۡإِيجَابِ الشَّرۡعِيِّ وَالۡبَقَاءُ تَحۡتَ الۡبَرَاءَةِ الۡأَصۡلِيَّةِ.
Adapun khumus itu tidak wajib pada selain itu, karena tidak ada syariat yang mewajibkannya. Sehingga harta tersebut tetap pada hukum asalnya.
وَأَمَّا كَوۡنُ مَصۡرِفُهُ مَنۡ فِي الۡآيَةِ، فَكَفَى بِهَا دَلِيلًا عَلَى ذٰلِكَ. 
Adapun penyalurannya untuk siapa saja yang disebutkan dalam ayat, maka ayat tersebut sudah cukup menjadi dalil atas hal tersebut. 

[1] رُوِيَ الۡحَدِيثُ بِطُرُقٍ وَأَسَانِيدَ مُتَعَدِّدَةٍ، أَخۡرَجَهُ الۡبُخَارِيُّ فِي الۡمُسَاقَاةِ بَابِ ٣، وَالزَّكَاةِ بَابِ ٦٦، وَأَبُو دَاوُدَ فِي اللُّقَطَةِ، وَالۡإِمَارَةِ بَابِ ٤٠، وَالدِّيَاتِ بَابِ ٢٧، وَمُسۡلِمٌ فِي الۡحُدُودِ حَدِيثِ ٤٥، ٤٦، وَالتِّرۡمِذِيُّ فِي الۡأَحۡكَامِ بَابِ ٣٧، وَابۡنُ مَاجَهۡ فِي اللُّقَطَةِ بَابِ ٤، وَمَالِكٌ فِي الزَّكَاةِ حَدِيثِ ٩، وَأَحۡمَدُ فِي الۡمُسۡنَدِ ١/٣١٤، ٢/١٨٠، ١٨٦، ٢٠٣، ٢٢٨، ٢٣٩، ٢٥٤، ٢٧٤، ٢٨٥، ٣١٩، ٣٨٢، ٣٨٦، ٤٠٦، ٤١١، ٤١٤، ٤٥٤، ٤٥٦، ٤٦٧، ٤٧٥، ٤٨٢، ٤٩٢، ٤٩٥، ٤٩٩، ٥٠١، ٥٠٧، ٣/١٢٨، ٣٣٥، ٣٣٦، ٣٥٤.