Cari Blog Ini

Tipu Daya Iblis

Di antara perkara terbesar yang menyebabkan seorang hamba durhaka kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan binasa adalah dikuasainya hamba tersebut oleh iblis melalui tipu dayanya. Karena itu merupakan janji iblis di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala:
قَالَ فَبِمَا أَغۡوَيۡتَنِي لَأَقۡعُدَنَّ لَهُمۡ صِرَاطَكَ الۡمُسۡتَقِيمَ ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمۡ مِنۡ بَيۡنِ أَيۡدِيهِمۡ وَمِنۡ خَلۡفِهِمۡ وَعَنۡ أَيۡمَانِهِمۡ وَعَنۡ شَمَائِلِهِمۡ وَلَا تَجِدُ أَكۡثَرَهُمۡ شَاكِرِينَ
“Iblis menjawab, ‘Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan-Mu yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari depan dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” [Q.S. Al A’raf:16-17]

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam potongan hadis `Iyadh bin Himar al-Mujasyi’i radhiyallahu ‘anhu, riwayat Muslim:
وَإِنِّي خَلَقۡتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ كُلَّهُمۡ وَإِنَّهُمۡ أَتَتۡهُمۡ الشَّيَاطِينُ فَاجۡتَالَتۡهُمۡ عَنۡ دِينِهِمۡ وَحَرَّمَتۡ عَلَيۡهِمۡ مَا أَحۡلَلۡتُ لَهُمۡ وَأَمَرَتۡهُمۡ أَنۡ يُشۡرِكُوا بِي مَا لَمۡ أُنۡزِلۡ بِهِ سُلۡطَانًا.
“Sesungguhnya Aku telah menciptakan hamba-hambaKu dalam keadaan Islam seluruhnya. Dan sesungguhnya setan akan mendatangi mereka dan menggelincirkan mereka dari agama mereka. Setan mengharamkan atas mereka apa yang telah Aku halalkan. Dan setan memerintahkan kepada mereka untuk berbuat syirik tanpa ada hujjah yang diturunkan atas mereka.”

Iblis memiliki cara yang sangat banyak untuk menyesatkan manusia, karena itu sudah menjadi target utama mereka sampai ditegakkannya hari kiamat. Yaitu menyesatkan seluruh manusia dengan menggunakan berbagai macam cara agar mereka binasa. Tidak monoton, bahkan dengan seluruh cara, yang bisa dilakukan akan mereka lakukan. Sehingga tidak jarang dari hamba Allah subhanahu wa ta’ala yang tidak menyadari bahwa itu adalah jeratan-jeratan iblis.

Oleh sebab itu, kita membutuhkan pembekalan jiwa dengan mempelajari kitab-kitab yang telah ditulis para ulama tentang perkara tersebut. Di antara kitab yang paling baik untuk kita pelajari adalah kitab “Talbis Iblis”.

Kitab ini ditulis oleh seorang Imam yang terkenal dari para imam kaum muslimin. Luas penelaahannya, memiliki karya yang banyak dan memiliki kemampuan yang luar biasa dalam memberikan nasihat.

Kitab tersebut sangatlah penting untuk kita pelajari, dan termasuk di antara kitab pertama yang menjelaskan tipu daya dan jerat iblis dengan cakupan yang luas. Padanya disebutkan kelompok-kelompok sesat dengan sebab syubhat-syubhat iblis yang dilontarkan kepada mereka. Kemudian penulis rahimahullah membantah seluruh syubhat-syubhat tersebut dengan dalil-dalil yang kuat.

Penulis kitab ini adalah `Abdurrahman bin `Aly bin Muhammad bin `Aly bin `Ubaidullah bin `Abdillah bin Hummadi bin Ahmad bin Muhammad bin Ja’far al-Jauzi bin `Abdillah bin al-Qasim bin an-Nadhr bin al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakr ash-Shiddiq al-Qurasyi –khalifah setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam-, at-Taimi, al-Bakri kemudian al-Baghdadi. Beliau seorang ulama yang fakih bermadzhab Hanbali, seorang pemberi nasihat, dan memiliki karya tulis yang banyak dan terkenal. Nasab beliau bersambung dengan sebaik-baik manusia setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu Abu Bakr ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu.

Beliau terkenal dengan kuniah Abul Faraj. Beliau juga terkenal dengan nisbat Ibnu al-Jauzi, yaitu nisbat kepada kakeknya yang ke-9 yang bernama Ja`far bin `Abdillah, dialah yang diberikan gelar dengan al-Jauzi. Kemudian keturunannya menggunakan gelar tersebut, sehingga beliau terkenal dengan sebutan Ibnul Jauzi.

Beliau lahir pada tahun 508 H, ada yang mengatakan 509 H, dan ada yang mengatakan 510 H. Terjadi perbedaan pendapat karena beliau sendiri tidak mengetahui secara persis kapan beliau dilahirkan. Beliau dilahirkan di rumah keluarga bangsawan dan keluarga yang terhormat.

Judul kitab ini adalah “Talbis Iblis” sebagaimana telah dipertegas sendiri oleh Ibnul Jauzi rahimahullah pada pembukaan kitab. Pembahasan dalam kitab ini adalah seputar talbis (tipudaya) iblis terhadap manusia dan usaha mereka dengan cara ghurur (menipu) agar manusia tersesat, sesuai dengan tingkatan manusia. Dan makna talbis sebagaimana telah diterangkan sendiri oleh Ibnul Jauzi, yaitu: menampakkan kebatilan dengan bentuk kebenaran.

Dan yang dimaksud dengan ghurur (menipu) adalah: bentuk kebodohan yang menjadikan seseorang meyakini perkara yang rusak sebagai perkara yang baik dan sesuatu yang jelek sebagai perkara bagus.

Ibnul Jauzi mengatakan, “Aku memandang bahwa aku perlu untuk memperingatkan dari talbis iblis dan dari jerat-jeratnya, karena menunjukkan kepada perkara-perkara yang jelek merupakan bentuk peringatan agar tidak terjatuh ke dalamnya.

Ibnul Jauzi membagi pembahasan dalam kitabnya menjadi 13 bab, dan menjadikan 4 bab pertama sebagai pembukaan untuk masuk ke dalam inti pembahasan. Dalam bab-bab tersebut beliau menyebutkan hadis dan atsar yang datang dari Salaf berupa perintah untuk berpegang teguh dengan sunnah dan jama`ah, kemudian beliau mencela perkara-perkara bid`ah dan ahlul bid`ah, kemudian beliau memperingatkan dari talbis iblis dan godaan yang ditimbulkan oleh mereka.

Pada bab ke-6 Ibnul Jauzi menyebutkan talbis iblis terhadap para ulama dengan berbagai bidang ilmu yang mereka geluti. Dari kalangan ahli hadis, ahli fikih, penyair, ahli bahasa, ahli sejarah, dan yang lainnya. Dan pada bab ke-7 beliau mengkhususkan pembahasannya tentang para pemimpin dan penguasa. Pada bab ke-8 dan ke-9 Ibnul Jauzi menyebutkan talbis iblis terhadap ahli ibadah dan orang-orang yang zuhud.

Pada bab ke-10 beliau khusus membahas tentang orang-orang sufi dengan pembahasan yang meluas. Dan bab ini merupakan bab yang paling panjang dibandingkan dengan bab-bab yang lain. Pembahasan tersebut lebih dari setengah kitab. Di antara poin penting yang disebutkan dalam bab tersebut adalah:
  • Penjelasan adanya perbedaan antara zuhud dan tashawwuf.
  • Penjelasan bahwa tashawwuf adalah sarana tersebarnya bentuk-bentuk kesesatan. Paham tersebut membawa seseorang untuk berkeyakinan hululiyyah (menyatunya dzat Allah dengan makhluk-Nya), meninggalkan kewajiban-kewajiban syari`at, mengantarkan seseorang untuk menghalalkan sesuatu yang haram, mengharamkan sesuatu yang halal, dan memunculkan madzhab yang bergampang-gampangan dalam membolehkan sesuatu.
  • Penjelasan kesesatan orang-orang sufi, dimana mereka meninggalkan ilmu dan sifat zuhud.
  • Penjelasan talbis iblis atas orang-orang sufi dengan membangun al-arbithah (tempat yang dibangun untuk ibadah pribadi) dan mencukupkan dengannya dibandingkan dengan masjid. Membersihkan diri dari harta namun justru mengantarkan mereka ke dalam perbuatan membuang-buang harta pada satu sisi, meminta-minta serta memberatkan orang-orang miskin dari sisi yang lain. Iblis juga memperdaya mereka dengan cara mereka mengenakan muraqqa`at (pakaian yang ditambal dan lusuh), dan menyedikitkan dari makan, yang mengantarkan mereka untuk menyerupai hewan yang memakan daun-daun pohon dan yang lainnya.

Ibnul Jauzi rahimahullah secara umum mencocoki akidah ahlus sunnah wal jama`ah, kecuali dalam dua permasalahan:
  1. Masalah sifat-sifat Allah
  2. Masalah tabarruk (mencari berkah) dengan kuburan.

Dalam masalah sifat-sifat Allah subhanahu wa ta’ala beliau tidak konsisten dalam menetapkannya. Terkadang beliau menetapkan, terkadang beliau mentafwidh –sepenuhnya menyerahkan kepada Allah, dan terkadang beliau menta’wil.

Maka hal-hal tersebut merupakan sebuah ketergelinciran seorang alim yang tidak boleh kita ikuti dan tidak kita contoh.

Dan dalam hal ini Syaikh Zaid bin Hadi al-Madkhali rahimahullah telah menulis sebuah kitab dengan judul:
التَّعۡلِيقُ عَلَى تَلۡبِيسِ إِبۡلِيسَ تَعۡلِيقَاتٌ فِي بَابِ الۡعَقِيدَةِ
“Catatan Atas Kitab Talbis Iblis, Catatan Dalam Permasalahan Akidah”.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Barang siapa yang mengerti syari`at dan mengerti kenyataan, dia akan mengetahui secara pasti bahwa seseorang yang mulia yang memiliki perjuangan dalam amal saleh, dan jasa-jasa yang baik, serta memiliki kedudukan di dalam Islam dan di mata kaum muslimin, boleh jadi dia terjadi ke dalam kekeliruan, maka dia diberikan udzur dengan kemampuan ijtihadnya. Akan tetapi tidak boleh diikuti dalam permasalahan tersebut, namun juga tidak boleh menghancurkan kedudukannya, ke-alimannya, dan kemuliaannya di hati-hati kaum muslimin.”

Al-Imam adz-Dzahabi rahimahullah berkata: “Sesungguhnya seorang ulama besar bila kebenarannya banyak dan dikenal dengan perhatiannya terhadap al-Haq, luas ilmunya, tampak kecerdasannya, diketahui kebaikan, dan wara`nya, serta mencontoh terhadap al-Quran dan Sunnah, maka dia diampuni kekeliruan-kekeliruannya. Kita tidak boleh memvonis dia sebagai orang yang sesat, mencampakkannya dan melupakan kebaikan-kebaikannya. Namun kita juga tidak mengikuti kebid`ahannya dan kekeliruannya. Dan kita memohonkan ampunan baginya.”

Kesalahan atau kekeliruan adalah ciri seorang manusia, oleh karena itu kita tidak menyatakan bahwa Ibnul Jauzi adalah seorang ulama besar yang tidak terlepas dari kesalahan atau kekeliruan, karena seorang manusia memiliki kekurangan. Namun hal ini tidak menghalangi kita untuk membaca dan mempelajari kitab-kitab ulama besar semisal Ibnul Jauzi dan para ulama besar lainnya yang terdapat padanya kekeliruan ilmiyyah tanpa disengaja apabila kita mampu memilah dan memilih kebenaran dari kesalahannya. Wallahu a’lam.

Sumber: Majalah Qudwah edisi 26 vol. 03 1436 H/ 2015 M, rubrik Maktabah. Pemateri: Ustadz Abu Sabiq Al Atsary.