Cari Blog Ini

Ad-Dararil Mudhiyyah - Pasal Wajibnya Menentukan Jenis Haji dengan Niat

فَصۡلٌ
فِي وُجُوبِ تَعۡيِينِ الۡحَجِّ بِالنِّيَّةِ

يَجِبُ تَعۡيِينُ نَوۡعِ الۡحَجِّ بِالنِّيَّةِ مِنۡ تَمَتُّعٍ أَوۡ قِرَانٍ أَوۡ إِفۡرَادٍ، وَالۡأَوَّلُ أَفۡضَلُهَا وَيَكُونُ الۡإِحۡرَامُ مِنَ الۡمَوَاقِيتِ الۡمَعۡرُوفَةِ وَمَنۡ كَانَ دُونَهَا فَمَهَلُّهُ أَهۡلُهُ حَتَّى أَهۡلُ مَكَّةَ مِنۡ مَكَّةَ. 
Wajib menentukan jenis haji dengan niat tamatuk, kiran, atau ifrad. Jenis pertama (haji tamatuk) adalah yang paling utama. Ihram dimulai dari mikat-mikat yang telah dikenal. Adapun siapa saja yang tinggal lebih dekat daripada mikat, maka tempat mulai ihramnya adalah dari tempatnya. Sampai pun penduduk Makkah mulai ihram dari Makkah.
أَقُولُ: أَمَّا تَعۡيِينُ نَوۡعِ الۡحَجِّ بِالنِّيَّةِ، فَلِمَا تَقَدَّمَ فِي الۡوُضُوءِ، وَقَدۡ ثَبَتَ فِي الصَّحِيحَيۡنِ وَغَيۡرِهِمَا مِنۡ حَدِيثِ عَائِشَةَ قَالَتۡ: خَرَجۡنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ ﷺ فَقَالَ: (مَنۡ أَرَادَ مِنۡكُمۡ أَنۡ يَهِلَّ بِحَجٍّ وَعُمۡرَةٍ فَلۡيَفۡعَلۡ، وَمَنۡ أَرَادَ أَنۡ يَهِلَّ بِحَجٍّ فَلۡيَهِلَّ، وَمَنۡ أَرَادَ أَنۡ يَهِلَّ بِعُمۡرَةٍ فَلۡيَهِلَّ. قَالَتۡ: وَأَهَلَّ رَسُولُ اللهِ ﷺ بِالۡحَجِّ وَأَهَلَّ بِهِ نَاسٌ مَعَهُ، وَأَهَلَّ نَاسٌ مَعَهُ بِالۡعُمۡرَةِ وَالۡحَجِّ، وَأَهَلَّ نَاسٌ بِعُمۡرَةٍ وَكُنۡتُ فِيمَنۡ أَهَلَّ بِعُمۡرَةٍ). وَفِي الۡبُخَارِيِّ مِنۡ حَدِيثِ جَابِرٍ: (أَنَّ إِهۡلَالَ النَّبِيِّ ﷺ مِنۡ ذِي الۡحُلَيۡفَةِ حِينَ اسۡتَوَتۡ بِهِ رَاحِلَتُهُ). وَفِي الصَّحِيحَيۡنِ مِنۡ حَدِيثِ ابۡنِ عُمَرَ قَالَ: (بَيۡدَاؤُكُمۡ هٰذِهِ الَّتِي تُكۡذِبُونَ فِيهَا عَلَى رَسُولِ اللهِ ﷺ، مَا أَهَلَّ رَسُولُ اللهِ ﷺ إِلَّا مِنۡ عِنۡدِ الۡمَسۡجِدِ). يَعۡنِي مَسۡجِدَ ذِي الۡحُلَيۡفَةِ. وَقَدۡ وَقَعَ الۡخِلَافُ فِي الۡمَحَلِّ الَّذِي أَهَلَّ مِنۡهُ رَسُولُ اللهِ ﷺ عَلَى حَسَبِ اخۡتِلَافِ الرُّوَاةِ: فَمِنۡهُمۡ مَنۡ رَوَى أَنَّهُ أَهَلَّ مِنَ الۡمَسۡجِدِ، وَمِنۡهُمۡ مَنۡ رَوَى أَنَّهُ أَهَلَّ حِينَ اسۡتَقَلَّتۡ بِهِ رَاحِلَتُهُ، وَمِنۡهُمۡ مَنۡ رَوَى أَنَّهُ أَهَلَّ لَمَّا عَلَا شَرَفِ الۡبَيۡدَاءِ. وَقَدۡ جَمَعَ بَيۡنَ ذٰلِكَ ابۡنُ عَبَّاسٍ فَقَالَ: إِنَّهُ أَهَلَّ فِي جَمِيعِ هٰذِهِ الۡمَوَاضِعِ، فَنَقَلَ كُلُّ رَاوٍ مَا سَمِعَ.
Adapun menentukan jenis haji dalam niat, berdasar pembahasan yang telah lewat dalam bab wudu.
Telah pasti di dalam dua kitab Shahih[1] dan selain keduanya dari hadis ‘Aisyah, beliau mengatakan: Kami pernah keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Siapa saja di antara kalian yang memulai ihram dengan haji dan umrah, maka silakan ia kerjakan. Dan siapa saja yang ingin memulai ihram dengan haji saja, maka silakan ia mulai ihram. Dan siapa saja yang ingin memulai ihram dengan umrah, maka silakan ia mulai ihram.” ‘Aisyah mengatakan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri memulai ihram dengan haji saja. Ada orang-orang yang memulai ihram bersama beliau. Ada pula orang-orang yang memulai ihram dengan umrah dan haji. Dan ada pula orang-orang yang memulai ihram dengan umrah. Sedangkan aku termasuk orang yang memulai ihram dengan umrah.
Di dalam riwayat Al-Bukhari[2] dari hadis Jabir, “Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai talbiah dari Dzul Hulaifah ketika tunggangan beliau telah berdiri tegak.”
Di dalam dua kitab Shahih[3] dari hadis Ibnu ‘Umar, beliau bersabda, “Baida` kalian ini adalah tempat kalian dahulu dustakan atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidaklah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai talbiah kecuali dari dekat masjid.” Yakni masjid Dzul Hulaifah.
Telah terjadi perselisihan mengenai tempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai talbiah sesuai dengan perbedaan periwayat. Di antara mereka ada yang meriwayatkan bahwa beliau memulai talbiah dari masjid. Di antara mereka ada yang meriwayatkan bahwa beliau memulai talbiah ketika hewan tunggangan beliau berdiri. Dan di antara mereka ada yang meriwayatkan bahwa beliau memulai talbiah ketika beliau berada di atas Al-Baida`. Ibnu ‘Abbas telah mengumpulkan pendapat-pendapat tersebut dengan mengatakan: Bahwa beliau pernah memulai talbiah di semua tempat-tempat ini, sehingga setiap periwayat menukilkan apa yang dia dengar.
وَأَمَّا كَوۡنُ التَّمَتُّعِ أَفۡضَلَ الۡأَنۡوَاعِ الثَّلَاثَةِ، فَاعۡلَمۡ أَنَّ هٰذِهِ الۡمَسۡأَلَةَ قَدۡ طَالَ فِيهَا النِّزَاعُ، وَاضۡطَرَبَتۡ فِيهَا الۡأَقۡوَالُ: فَمِنۡهُمۡ مَنۡ قَالَ: إِنَّ أَفۡضَلَ أَنۡوَاعِهِ الۡقِرَانُ، لِكَوۡنِهِ ﷺ حَجَّ قِرَانًا عَلَى مَا هُوَ الصَّحِيحُ، وَإِنۡ كَانَ قَدۡ وَرَدَ مَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّهُ حَجَّ إِفۡرَادًا، لَكِنَّ الۡأَحَادِيثَ الصَّحِيحَةَ الثَّابِتَةَ فِي الصَّحِيحَيۡنِ وَغَيۡرِهِمَا مِنۡ طُرُقٍ عِدَّةٍ مُصَرَّحَةٍ بِأَنَّ أَهَلَّ بِحَجَّةٍ وَعُمۡرَةٍ، فَلَوۡ لَمۡ يَرِدۡ عَنۡهُ ﷺ مَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّ غَيۡرَ مَا فَعَلَهُ أَفۡضَلُ مِمَّا فَعَلَهُ لَكَانَ الۡقِرَانُ أَفۡضَلَ الۡأَنۡوَاعِ، لَكِنَّهُ وَرَدَ مَا يَدُلُّ عَلَى ذٰلِكَ، فَفِي الصَّحِيحَيۡنِ وَغَيۡرِهِمَا مِنۡ حَدِيثِ جَبِيرٍ؛ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: (يَا أَيُّهَا النَّاسُ: أَحَلُّوا فَلَوۡ لَا الۡهَدۡيُ مَعِي فَعَلۡتُ كَمَا فَعَلۡتُمۡ قَالَ: فَأَحۡلَلۡنَا حَتَّى وَطَئۡنَا النِّسَاءَ، وَفَعَلۡنَا كَمَا يَفۡعَلُ الۡحَلَالُ، حَتَّى إِذَا كَانَ يَوۡمُ التَّرۡوِيَةِ وَجَعَلۡنَا مَكَّةَ بِظُهۡرٍ، أَهۡلَلۡنَا بِالۡحَجِّ). وَثَبَتَ مِثۡلُ ذٰلِكَ مِنۡ حَدِيثِ جَمَاعَةٍ مِنَ الصَّحَابَةِ بِأَلۡفَاظٍ مِنۡهَا: (لَوِ اسۡتَقۡبَلۡتُ مِنۡ أَمۡرِي مَا اسۡتَدۡبَرۡتُ مَا سَقۡتُ الۡهَدۡيَ وَلَجَعَلۡتُهَا عُمۡرَةً)، وَقَدۡ ذَهَبَ إِلَى هٰذَا جَمۡعٌ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ وَمَنۡ بَعۡدَهُمۡ كَمَالِكٍ وَأَحۡمَدَ، وَمِنۡ أَهۡلِ الۡبَيۡتِ الۡبَاقِرُ، وَالصَّادِقُ، وَالنَّاصِرُ، وَإِسۡمَاعِيلُ وَمُوسَى ابۡنَا جَعۡفَرٍ الصَّادِقُ، وَالۡإِمَامِيَّةُ وَهُوَ الۡحَقُّ، لِأَنَّهُ لَمۡ يُعَارِضۡ هٰذِهِ الۡأَدِلَّةَ مُعَارِضٌ، فَقَدۡ أَوۡضَحَ فِيهَا ﷺ أَنَّ نَوۡعَ التَّمَتُّعِ أَفۡضَلُ مِنَ النَّوۡعِ الَّذِي فَعَلَهُ وَهُوَ الۡقِرَانُ. وَقَدۡ أَوۡضَحۡتُ حُجَجَ الۡأَقۡوَالِ وَمَا احۡتَجَّ بِهِ كُلُّ فَرِيقٍ فِي شَرۡحِ الۡمُنۡتَقَى. وَكَذٰلِكَ أَوۡضَحۡتُ أَنَّ حَجَّهُ ﷺ كَانَ قِرَانًا فَلۡيَرۡجِعۡ إِلَيۡهِ.
Adapun perihal haji tamatuk merupakan jenis yang paling mulia di antara tiga jenis haji, maka ketahuilah bahwa permasalahan ini telah lama diperselisihkan sejak dahulu. Dalam hal ini muncul beberapa pendapat: Di antara mereka ada yang mengatakan: Bahwa jenis haji yang paling utama adalah haji kiran karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan haji kiran menurut pendapat yang sahih. Meskipun ada juga riwayat yang menunjukkan bahwa beliau melakukan haji ifrad. Akan tetapi hadis-hadis yang sahih dan pasti yang terdapat dalam dua kitab Shahih dan selain keduanya dari beberapa jalan yang menjelaskan bahwa beliau memulai ihram dengan haji dan umrah (kiran). Seandainya tidak ada riwayat dari beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan bahwa selain apa yang beliau lakukan lebih utama daripada yang beliau lakukan, tentulah haji kiran adalah jenis haji yang paling utama. Akan tetapi, kenyataannya terdapat riwayat yang menunjukkan akan hal tersebut. Di dalam dua kitab Shahih[4] dan selain keduanya dari hadis Jabir, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai sekalian manusia, tahalul-lah kalian. Seandainya aku tidak membawa hewan hadyu, tentu aku akan melakukan seperti apa yang kalian lakukan.” Jabir berkata: Kami pun tahalul sehingga kami menggauli istri dan kami berbuat sebagaimana perbuatan orang yang tidak sedang berihram. Sampai tiba hari tarwiah kami berangkat meninggalkan Makkah, kami memulai talbiah untuk haji.
Riwayat semacam itu juga telah pasti datang dari hadis beberapa orang sahabat dengan berbagai lafal. Di antaranya, “Seandainya aku dahulu mengetahui perkaraku saat ini, tentu aku tidak akan membawa hadyu dan aku akan benar-benar menjadikannya sebagai umrah.” Yang berpendapat dengan ini adalah sekelompok sahabat, tabiin, dan yang setelah mereka, seperti Malik dan Ahmad, dari kalangan ahli bait adalah Al-Baqir, Ash-Shadiq, An-Nashir, Isma’il dan Musa dua putra Ja’far Ash-Shadiq, dan Al-Imamiyyah. Dan inilah yang benar. Karena tidak ada satu dalil pun yang menentang dalil-dalil ini. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan tentangnya bahwa jenis haji tamatuk lebih utama daripada haji kiran yang beliau kerjakan. Dan aku telah jelaskan alasan-alasan dari berbagai pendapat tersebut dan yang dijadikan argumen oleh setiap golongan di dalam kitab Syarh Al-Muntaqa. Demikian pula aku telah jelaskan bahwa yang dikerjakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah haji kiran. Oleh karena itu, silakan merujuk ke sana.
وَأَمَّا كَوۡنُ الۡإِحۡرَامِ مِنَ الۡمَوَاقِيتِ، فَلِحَدِيثِ ابۡنِ عَبَّاسٍ فِي الصَّحِيحَيۡنِ وَغَيۡرِهِمَا قَالَ: (وَقَّتَ رَسُولُ اللهِ ﷺ لِأَهۡلِ الۡمَدِينَةِ ذَا الۡحُلَيۡفَةِ، وَلِأَهۡلِ الشَّامِ الۡجُحۡفَةَ، وَلِأَهۡلِ نَجۡدٍ قَرۡنَ الۡمَنَازِلِ، وَلِأَهۡلِ الۡيَمَنِ يَلَمۡلَمَ. قَالَ: فَهُنَّ لَهُنَّ وَلِمَنۡ أَتَى عَلَيۡهِنَّ مِنۡ غَيۡرِ أَهۡلِهِنَّ لِمَنۡ كَانَ يُرِيدُ الۡحَجَّ وَالۡعُمۡرَةَ)، فَمَنۡ كَانَ دُونَهُنَّ فَمَهَلُّهُ مِنۡ أَهۡلِهِ، وَكَذٰلِكَ حَتَّى أَهۡلُ مَكَّةَ يُهِلُّونَ مِنۡهَا. وَمِثۡلُهُ فِي الصَّحِيحَيۡنِ أَيۡضًا مِنۡ حَدِيثِ ابۡنِ عُمَرَ، وَفِي رِوَايَةٍ مِنۡ حَدِيثِهِ لِأَحۡمَدَ: (أَنَّهُ قَاسَ النَّاسَ ذَاتَ عِرۡقٍ بِقَرۡنٍ) وَفِي الۡبُخَارِيِّ مِنۡ حَدِيثِهِ: (أَنَّ عُمَرَ قَالَ لِأَهۡلِ الۡبَصۡرَةِ وَالۡكُوفَةِ انۡظُرُوا حَذۡوَ قَرۡنٍ مِنۡ طَرِيقِكُمۡ) قَالَ، فَحَدَّ لَهُمۡ ذَاتَ عِرۡقٍ.
Adapun memulai ihram dari mikat-mikat, berdasarkan hadis Ibnu ‘Abbas di dalam dua kitab Shahih[5] dan selain keduanya. Beliau mengatakan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menentukan mikat untuk penduduk Madinah dari Dzul Hulaifah, penduduk Syam dari Al-Juhfah, penduduk Najd dari Qarnul Manazil, dan penduduk Yaman dari Yalamlam. Ibnu ‘Abbas berkata: Mikat-mikat tersebut untuk penduduk tersebut dan siapa saja yang datang melewatinya dari selain penduduk tadi, bagi siapa saja yang hendak haji dan umrah. Jadi, siapa saja yang berada lebih dekat daripada mikat, maka tempat mulai ihramnya dari tempat tinggalnya. Demikian seterusnya sampai pun penduduk Makkah memulai ihram dari Makkah.
Semisal riwayat tersebut di dalam dua kitab Shahih[6] pula dari hadis Ibnu ‘Umar dan di dalam satu riwayat dari hadis Ibnu ‘Umar riwayat Ahmad[7], “Bahwa beliau menetapkan mikat Dzatu ‘Irq untuk orang-orang karena semisal jaraknya dengan Qarnul Manazil.” Di dalam riwayat Al-Bukhari[8] dari hadis Ibnu ‘Umar, “Bahwa ‘Umar mengatakan kepada penduduk Bashrah dan Kufah: Cermatilah tempat yang sejajar dengan Qarnul Manazil dari jalan-jalan yang kalian lalui.” Ibnu ‘Umar berkata bahwa ‘Umar menetapkan mikat Dzatu ‘Irq untuk mereka. 

[7] 2/3, dan sanadnya sahih. 
[8] Nomor 1531.

Silakan simak pembahasan pasal ini di audio Fiqih Ibadah Haji oleh Al-Ustadz Qomar Su'aidi hafizhahullah pada Ahad, 19 Muharram 1437H / 1 November 2015 M di Masjid Diponegoro, Pleburan, Semarang.