Cari Blog Ini

Akhir Pilu Si Nabi Palsu

Allah subhanahu wa ta’ala berkehendak menjadikan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai penutup para Nabi. Sehingga tidak ada Nabi yang diutus sepeninggal beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang demikian karena para nabi sebelumnya diutus terkhusus untuk kaumnya, sedangkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus kepada seluruh manusia. Demikian pula syariat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam kekal sampai hari kiamat dan tidak akan pernah usang dengan pergantian waktu dan perubahan zaman.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَآ أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَـٰكِن رَّسُولَ ٱللَّهِ وَخَاتَمَ ٱلنَّبِيِّـۧنَ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمًا
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi.” [Q.S. Al Ahzab: 40]

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَنَا خَاتَمُ النَّبِيِّينَ
“Sayalah pentup para nabi.” [H.R. Muslim dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu].

Namun hal ini tidak menafikan akan turunnya Nabi Isa ke bumi di akhir zaman, karena Nabi Isa tidaklah datang dengan syariat yang baru, melainkan mengikuti syariat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

KABAR TENTANG NABI PALSU


Tidaklah Allah subhanahu wa ta’ala wafatkan Nabi-Nya melainkan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyampaikan seluruh amanah dari Allah subhanahu wa ta’ala. Dan di antara yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sampaikan adalah akan ada para pendusta yang mengaku-ngaku sebagai nabi yang diberi wahyu. Apa yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam kabarkan inipun menjadi kenyataan. Sepeninggal beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai saat ini sudah begitu banyak yang mengaku-ngaku menjadi nabi. Namun itu semua terbongkar dan Allah subhanahu wa ta’ala tampakkan kebobrokan para pengaku Nabi tersebut, baik dalam tutur katanya atau tingkah lakunya. Sehingga tidaklah tertipu dengan mereka kecuali orang yang telah buta mata hatinya.

Di antara yang mengaku-ngaku sebagai nabi dan diberi wahyu adalah Mirza Ghulam Ahmad Al Qadyani. Pencetus sekte Al Qadiyaniah dan Ahmadiyyah yang divonis oleh para ulama bahwa sekte ini bukanlah masuk dalam wilayah Islam dan penganutnya bukanlah tergolong kaum muslimin. Untuk mengetahui pencetus sekte ini perlu kiranya dijelaskan hal-hal berikut:

MIRZA GHULAM AHMAD


Dia adalah Al Mirza Ghulam Ahmad lahir sekitar tahun 1250 H di Qodiyan India. Keluarganya berasal dari Persia. Menurut para pengikutnya bahwa dia adalah Al Masih dan Al Mahdi yang dijanjikan. Seperti ini pula pengakuan dari si nabi palsu ini, Mirza Ghulam Ahmad. Disebutkan dalam situs Ahmadiyya.ahlamontada.net bahwa Mirza Ghulam Ahmad mengatakan, “Telah kujelaskan berkali-kali dan telah kunyatakan kepada manusia dengan senyata-nyatanya bahwa saya adalah Al Masih dan Al Mahdi yang dijanjikan. Seperti itulah aku diperintah tidak boleh bagiku membangkang perintah Rabbku dan bergabung dengan orang-orang jahat.” [I’jazul Masih, Al Khazain Ar Ruhaniyah jilid 18/7-8].

Dia berkata di jilid 22 halaman 641, “Sayalah Al Masih dan Al Mahdi yang dijanjikan. Allah memberi anugerah kepadaku berupa wahyu dan ilham. Dia mengajak bicara aku sebagaimana Ia mengajak bicara para rasul-Nya yang mulia.”

Ini semua tentunya suatu kebohongan yang dibuat-buat untuk menyesatkan umat dari Islam yang mulia.

TAHAPAN-TAHAPAN MIRZA GHULAM AHMAD MENGAKU SEBAGAI NABI


Dia memulai ajakannya dengan perencanaan yang sangat matang. Awal mula dia memulai dakwahnya dengan melontarkan jurus serangan kepada orang-orang Nashrani dan pendetanya yang menyerang Islam dan ingin memurtadkan India. Bahkan dia juga menentang dan membantah sekte-sekte terkenal di India semisal Brahma dan Hindu. Intinya di awal munculnya ia menampakkan diri sebagai pembela Islam sehingga kaum muslimin pun bersimpatik kepadanya. Setelah mendapatkan tempat di hati kaum muslimin ia mulai membangga-banggakan dirinya dan tak segan menjuluki dirinya sebagai pembaharu Islam. Setelah itu ia mengaku-ngaku mendapat ilham dan hal-hal di luar kemampuan manusia. Setelah itu ia kemudian mengklaim dirinya sebagai Al Masih.

CAMPUR TANGAN INGGRIS


Inggris merasa bahwa keyakinan jihad melawan penjajah yang tertanam di hati kaum muslimin menjadi batu ganjalan bagi kelanggengan penjajahan. Oleh karena itu mereka mengirim tim khusus mempelajari masyarakat muslimin India. Setelah mereka mempelajari secara seksama, mereka berkesimpulan bahwa muslimin India sangat fanatik buta kepada para ulamanya. Mereka berkeimpulan bahwa cara memecah-belah kaum muslimin harus dimunculkan seorang yang mengaku-ngaku menjadi nabi di bawah pengawasan pemerintah Inggris. Dengan ini kepentingan Inggris di India akan aman.

Akhirnya mereka menemukan sosok Mirza yang tepat untuk tercapainya tujuan ini, terlebih lagi keluarga Mirza terkenal loyalnya kepada pemerintah Inggris. Oleh karena itu kelompok Al Qadiyaniah atau Ahmadiyah tumbuh berkembang di negara-negara barat dan mendapatkan perlindungan. Berkata Asy Syaikh Al Albani, “Di antara para pendusta tersebut adalah Mirza Ghulam Ahmad yang mengaku-ngaku sebagai nabi. Dia mempunyai para pengikut yang menebar di India, Jerman, Inggris, dan Amerika. Mereka di sana punya masjid-masjid dan menyesatkan kaum muslimin.” [Al ‘Aqidah Ath Thahawiyah Syarhun wa Ta’liq halaman: 21-23]

Orang-orang kafir punya kepentingan melindungi mereka agar umat Islam tersibukkan dengan sekte ini. Sehingga pikiran umat terkuras dan terpecah yang pada gilirannya nanti umat tidak perhatian dengan makar-makar musuh.

KEMATIAN MIRZA GHULAM AHMAD


Sejak pengakuan Mirza sebagai nabi, umat disibukkan menghadapi syubhat-syubhat kelompok Al Qadiyaniah ini. Kelompok ini berani berdebat dengan pihak manapun yang tidak mempercayai kenabian Mirza. Pada suatu hari terjadi perdebatan antara Mirza Ghulam dengan pihak Jami’ah Deobandi (suatu Universitas di India sekelas Universitas Al Azhar di Mesir). Terjadilah perdebatan yang disaksikan oleh khalayak. Ketika pihak Jami’ah Deobandi menyebutkan hadis ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha tentang tidak adanya nabi setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Mirza menyatakan bahwa itu adalah hadis dari seorang wanita dan kesaksian seorang wanita tidak bisa diterima. Pihak Jami’ah Deobandi tidak bisa menjawab dan akhirnya perdebatan ditunda dengan alasan tidak ada hujjah yang bisa dijadikan landasan. Pihak Jami’ah bingung untuk menghadapi si nabi palsu ini. Mereka bermusyawarah dan akhirnya mereka menemukan seorang yang dahulu pernah belajar di Jami’ah dan memiliki kepandaian. Tiada lain kecuali beliau adalah Asy Syaikh Tsanaullah Al Amrutasri rahimahullah.

Diundanglah beliau dalam debat lanjutan. Dan seperti sebelumnya setiap kali disebutkan hadis ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Mirza beralasan kesaksian seorang wanita tidak bisa diterima (padahal beda antara persaksian dan periwayatan). Maka Syaikh Tsanaullah rahimahullah berkata kepada Mirza, “Kamu bukan keturunan bapakmu Si Fulan itu!” Mirza marah dengan mengatakan, “Kamu menuduh nasab saya?” Syaikh Tsanaullah berkata, “Datangkan saksi kalau kamu anaknya si Fulan!” Kata Mirza, “Ibu saya berkata bahwa saya anakanya Fulan.” Berkata Syaikh Tsanaullah, “Kamu percaya dengan kesaksian ibu kamu, padahal dia seorang wanita lalu kamu tidak percaya dengan kesaksian ‘Aisyah Ummul Mukminin?” Mirza terdiam dan tidak bisa menjawab.

Disebabkan kekalahannya dalam berargumentasi, si nabi palsu menantang melakukan ‘mubahalah’ yang intinya adalah berdoa kepada Allah untuk dimatikan orang yang berdusta dalam pengakuannya sebelum matinya orang yang jujur pengakuannya. Syaikh Tsanaullah rahimahullah pun melayani tantangannya. Di antara isi mubahalah yang diucapkan oleh Mirza, “Wahai Dzat yang Menguasaiku, Yang Maha Melihat, Mahakuasa, Mahatahu dan Mendalam Pengetahuan-Nya, Engkau tahu apa yang ada pada diriku, jika pengakuanku sebagai Al Masih yang dijanjikan itu mengada-ada dariku dan aku menurut pandangan-Mu perusak lagi pendusta dan kesibukanku adalah mengada-ada siang dan malam. Wahai Dzat yang Menguasaiku, aku memohon kepada-Mu dengan merendah dan sangat berharap untuk mematikan aku sebelum Al Maulawi Tsanaullah dan jadikan dia dan pengikutnya senang dengan kematianku. Wahai Dzat yang mengutusku, aku memohon kepada-Mu dengan berpegang kepada kesucian-Mu agar menghukum antara aku dan Al Maulawi Tsanaullah. Sesungguhnya siapa yang perusak menurut-Mu, berdusta di sisi-Mu maka matikan ia sebelum matinya orang yang benar pengakuannya di antara kami. Wahai Rabb kami putuskanlah antara kami dan kaum kami dengan haq karena Engkaulah sebaik-baik yang memututskan.” [tertanggal bulan Rabi’ul awal 1325 H]

Maka tak berapa lama Mirza Ghulam Ahmad mati terkena kolera yang menjijikkan. Dia mati di WC, sedangkan Syaikh Tsanaullah rahimahullah masih hidup kurang lebih 40 tahun setelah matinya Mirza. Wallahu a’lam.

Bahan bacaan:
  • Muntadayat Al Islam Al Yaum
  • Al Qadyaniah: I’dad An Nadwa Al Alamiyyah lisy Syabab Al Islami

Sumber: Majalah Qudwah edisi 36 vol. 4 1437 H/ 2016 M rubrik Biografi, halaman 25-28. Pemateri: Al Ustadz Abdul Mu’thi Sutarman, Lc.