Cari Blog Ini

PADANG MAHSYAR

Pembaca Qudwah, semoga Allah senantiasa merahmati kita, tatkala sangkakala ditiup oleh Malaikat Israfil ‘alaihis salam, tiupan yang kedua, ruh-ruh manusia yang berpisah dengan jasadnya menuju jasad masing-masing. Sehingga yang berada di kuburan, bangkit dari kuburannya. Yang diterkam harimau hingga mati, pun hidup kembali. Yang tenggelam di lautan, keluar dan bangkit. Manusia yang hangus terbakar, ruh mereka kembali ke jasad dan ia hidup kembali. Seluruh manusia bangkit dari alam barzah menuju Allah subhanahu wa taala.

Itulah berita yang dikabarkan oleh Allah yang pasti terjadi. Pada hari tersebut, mereka menuju Allah dengan bergegas. Allah subhanahu wa taala berfirman,
وَنُفِخَ فِى ٱلصُّورِ فَإِذَا هُم مِّنَ ٱلْأَجْدَاثِ إِلَىٰ رَبِّهِمْ يَنسِلُونَ. قَالُوا۟ يَـٰوَيْلَنَا مَنۢ بَعَثَنَا مِن مَّرْقَدِنَا ۜ ۗ هَـٰذَا مَا وَعَدَ ٱلرَّحْمَـٰنُ وَصَدَقَ ٱلْمُرْسَلُونَ
“Dan ditiuplah sangkakala, maka tiba-tiba mereka keluar dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Rabb mereka. Mereka berkata, ‘Aduh celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (kubur)?’ Inilah yang dijanjikan (Allah) Yang Maha Pemurah dan benarlah Rasul-Rasul (Nya).” [Q.S. Yasin: 51-52].

Allah menurunkan hujan gerimis, sehingga tumbuh di muka bumi jasad-jasad manusia yang telah terkubur hancur. Tumbuh melalui satu tulang yang tidak sirna. Itulah tulang ekor manusia. Bumi mengeluarkan mayat-mayat yang ada di dalamnya. Tatkala bumi digoncangkan dengan goncangan yang sangat kuat lagi dahsyat. Goncangan di hari kiamat. Allah mengatakan yang artinya, “Apabila bumi digoncangkan dengan goncangannya (yang dahsyat), dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya, dan manusia bertanya, ‘Mengapa bumi (jadi begini)?’ Pada hari itu bumi menceritakan beritanya, karena sesungguhnya Rabbmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya. Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka.” [Q.S. Al-Zalzalah: 1-6]

Seluruh manusia sejak zaman Nabi Adam ‘alaihis salam hingga akhir zaman. Jin-jin juga dibangkitkan. Sebagaimana pula hewan-hewan yang telah mati, dibangkitkan oleh Allah. Mulai dari yang paling kecil hingga yang paling besar.

BAGAIMANA KEADAAN MEREKA TATKALA DIBANGKITKAN?


Saudaraku pembaca Qudwah, semoga Allah memuliakan kalian, tidak ada seorangpun yang dikeluarkan dari kuburnya dalam keadaan mengenakan sehelai kain. Mereka telanjang? Iya, mereka telanjang sebagaimana mereka dikeluarkan dari perut ibu mereka.

Tidakkah mereka saling melihat, satu sama lain? Bagaimana mereka melihat aurat orang lain, sementara dia sendiri sibuk dengan urusannya. Sang ayah lari dari anaknya. Sang anak lari dari orang tuanya. Sang istri berlari dari suaminya. Sang suami lari dari istrinya. Saudara lari dari saudarinya. Dan seterusnya. Setiap orang sibuk dengan urusan masing-masing. Setiap orang berusaha untuk menghindari dari tuntutan orang-orang dekatnya.

Aisyah radhiyallahu ‘anha, ummul mukminin sang faqihah yang mulia, pernah bertanya kepada Nabi, “Ya Rasulullah, para wanita dan laki-laki satu sama lain saling melihat?” Nabi pun menjawab,
يَا عَائِشَةُ الۡأَمۡرُ أَشَدُّ مِنۡ أَنۡ يَنۡظُرَ بَعۡضُهُمۡ إِلَى بَعۡضٍ
“Perkara yang mereka hadapi lebih berat daripada sekedar memandang satu sama lain.” [H.R. Al-Bukhari no. 6527 dan Muslim no. 2859]

Bahkan Nabi kita yang mulia pernah menyampaikannya di hadapan para sahabatnya. Sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma menuturkan, Nabi pernah berkhutbah di hadapan kami, para sahabat. Beliau bersabda,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّكُمۡ تُحۡشَرُونَ إِلَى اللهِ حُفَاةً عُرَاةً غُرۡلًا
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kalian akan dikumpulkan kepada Allah dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang, dan tidak berkhitan.” Lalu beliau membaca firman Allah subhanahu wa taala,
كَمَا بَدَأْنَآ أَوَّلَ خَلْقٍ نُّعِيدُهُۥ ۚ وَعْدًا عَلَيْنَآ ۚ إِنَّا كُنَّا فَـٰعِلِينَ
“Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya.” [Q.S. Al Anbiya: 104] [H.R. Al Bukhari no. 3349 dan Muslim no. 2860]

Mereka dibangkitkan dalam keadaan utuh jasadnya. Bahkan kulit kemaluan yang dipotong di saat khitan di dunia, Allah kembalikan. Iya, mereka dibangkitkan dalam keadaan tidak berkhitan. Mereka juga tidak mengenakan sandal. Tidak mengenakan perhiasan apapun. Gelar, pangkat, dan jabatan yang mereka sandang di dunia, tidak lagi mereka kenakan. Semuanya sama-sama menghadap Rabbul alamin. Sungguh tampak kebesaran dan keagungan Allah azza wajalla di saat itu.

PAKAIAN APA YANG MEREKA KENAKAN?


Lalu Allah subhanahu wa taala menurunkan pakaian dari surga. Pertama kali, Allah kenakan pakaian tersebut kepada Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Disusul para nabi yang lain dan para shiddiqin. Lalu orang-orang yang di bawah martabat mereka. Setiap orang mengenakan pakaian yang sesuai dengan keimanan dan ketakwaan mereka. Mengapa Nabi Ibrahim ‘alaihis salam yang pertama kali dikenakan pakaian? Ada yang menyebutkan karena dia adalah yang pertama kali mengenakan sirwal atau karena dia dahulu ditelanjangi oleh kaumnya tatkala dilempar ke dalam api. Wallahu a’lam.

Nabi kita menyebutkan keutamaan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam,
أَلَا وَإِنَّ أَوَّلَ الۡخَلَائِقِ يُكۡسَى يَوۡمَ الۡقِيَامَةِ إِبۡرَاهِيمُ عَلَيۡهِ السَّلَامُ
“Ketahuilah bahwa makhluk yang pertama kali dikenakan pakaian kepadanya pada hari kiamat adalah Ibrahim.” [H.R. Al Bukhari no. 3349 dan Muslim no. 2860]

Allah berfirman tentang pakaian hakiki yang menghiasi diri seorang insan (yang artinya), “Dan pakaian ketakwaan, itulah yang terbaik.” [Q.S. Al A’raf: 26]

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menegaskan dengan sabdanya,
يُبۡعَثُ كُلُّ عَبۡدٍ عَلَى مَا مَاتَ عَلَيۡهِ الۡمُؤۡمِنُ عَلَى إِيمَانِهِ وَالۡمُنَافِقُ عَلَى نِفَاقِهِ
“Setiap hamba dibangkitkan sesuai dengan keadaannya tatkala meninggal dunia. Seorang mukmin dibangkitkan di atas keimanannya dan munafik pada kemunafikannya.” [H.R. Ibnu Hibban dari sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu. Hadis ini dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah]

Adapun orang-orang yang sombong untuk menerima dan mengikuti kebenaran agama Islam, dia dibangkitkan bagaikan semut-semut yang berwujud manusia. Betapa hina mereka. Betapa rendah mereka. Hingga dimasukkan ke neraka Jahannam. Na’udzu billah min dzalik. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
يُحۡشَرُ الۡمُتَكَبِّرُونَ يَوۡمَ الۡقِيَامَةِ أَمۡثَالَ الذَّرِّ فِي صُورَةِ الرِّجَالِ، يَغۡشَاهُمُ الذُّلُّ مِنۡ كُلِّ مَكَانٍ، يُسَاقُونَ إِلَى سِجۡنٍ مِنۡ جَهَنَّمَ يُسَمَّى: بُولَس تَعۡلُوهُمۡ نَارُ الۡأَنۡيَارِ، وَيُسۡقَوۡنَ مِنۡ عُصَارَةِ أَهۡلِ النَّارِ؛ طِينَةَ الۡخَبَالِ
“Pada hari kiamat, orang-orang sombong dikumpulkan seperti semut-semut yang berwujud para lelaki. Di setiap tempat, mereka diliputi oleh kehinaan. Mereka digiring ke penjara di neraka Jahannam yang dikenal dengan Bulas. Kobaran api neraka menimpa mereka. Orang-orang yang sombong tersebut diberi minum dari nanah penduduk neraka…” [H.R. At Tirmidzi dari sahabat Abdullah bin Amr bin Al Ash radhiyallahu ‘anhu dengan sanad yang hasan]

KEADAAN BUMI SETELAH KEBANGKITAN


Manusia dikumpulkan di bumi, tidak seperti bumi yang mereka huni dahulu kala. Kali ini, bumi yang mereka pijak adalah bumi yang bertanah putih agak kemerahan. Bumi yang tidak dilakukan kemaksiatan padanya. Bumi yang tidak ditumpahkan darah haram di situ. Tidak ada gunung, batu, tanda penunjuk arah, dan tanda batas tanah. Bumi diratakan oleh Dzat Yang Mahakuasa. Tidak ada tempat yang tinggi. Tidak ada pula tempat yang rendah. Allah subhanahu wa taala berfirman,
يَوْمَ تُبَدَّلُ ٱلْأَرْضُ غَيْرَ ٱلْأَرْضِ وَٱلسَّمَـٰوَ‌ٰتُ ۖ وَبَرَزُوا۟ لِلَّهِ ٱلْوَ‌ٰحِدِ ٱلْقَهَّارِ
“(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan mereka semuanya (di padang Mahsyar) berkumpul menghadap ke hadirat Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.” [Q.S. Ibrahim: 48]

Allah subhanahu wa taala juga berbicara tentang keadaan hari kiamat, di antaranya yang artinya, “Dan tatkala bumi diratakan.” [Q.S. Al Insyiqaq: 3]

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menuturkan keadaan bumi di hari kiamat. Sebagaimana disebutkan dalam kitab Shahih Al Bukhari dan Muslim dari sahabat Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
يُحۡشَرُ النَّاسُ يَوۡمَ الۡقِيَامَةِ عَلَى أَرۡضٍ بَيۡضَاءَ عَفۡرَاءَ، كَقُرۡصَةِ النَّقِيِّ، لَيۡسَ فِيهَا عَلَمٌ لِأَحَدٍ
“Manusia dikumpulkan pada hari kiamat di atas tanah putih sedikit merah seperti tepung putih bersih, tidak ada di atasnya tanda/ bendera bagi seorang pun.” [H.R. Al Bukhari no. 6521 dan Muslim no. 2790]

Sahabat yang mulia, Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Bumi yang kita huni ini diganti dengan bumi lain seperti perak, tidak ditumpahkan darah yang haram padanya, tidak pula dilakukan kemaksiatan sama sekali.” Perkataan ini disebutkan oleh Al Imam Ath Thabari rahimahullah dalam kitab tafsirnya dan Al Baihaqi rahimahullah. Walaupun ini adalah ucapan sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, namun memiliki hukum marfu karena terkait dengan ilmu ghaib. Artinya disandarkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sebagian ahli ilmu mengatakan bahwa yang diubah hanyalah sifatnya. Di antara landasannya adalah ucapan Abdullah bin ‘Amr bin Al Ash radhiyallahu ‘anhu tatkala berkata, “Pada hari kiamat, bumi diratakan seperti kulit. Manusia dikumpulkan di atasnya.” Juga hadis Jabir radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda yang artinya, “Bumi diratakan bagaikan kulit. Tidak ada seorang anak Adam melainkan hanya menginjak tempat selebar dua kakinya.” Ucapan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu tatkala menafsirkan firman Allah subhanahu wa taala dalam surat Ibrahim, “Bumi ditambah dan dikurangi. Bukit dan gunungnya dihilangkan. Lembah dan pepohonan juga dilenyapkan. Bumi diratakan seperti kulit-kulit.” Wallahu a’lam.

TATKALA KEADAAN BUMI DIUBAH, DI MANAKAH MANUSIA BERADA?


Shahabiyah yang mulia Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah bertanya, “Di mana manusia saat bumi diganti?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab yang artinya, “Sesungguhnya tidak ada seorang pun dari umatku yang bertanya kepadaku tentang hal tersebut sebelummu. Manusia berada di bawah shirath (jembatan).” [H.R. Muslim no. 2791]

Hal yang serupa ditanyakan oleh seorang alim Yahudi, di mana manusia berada tatkala bumi diubah dan langit diganti? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab yang artinya, “Manusia berada di kegelapan di bawah jisr (shirath/jembatan).” [H.R. Muslim no. 315]

Kaum muslimin Rahimakumullah

Bukan sekedar itu. Sungguh dahsyat keadaan yang dialami manusia tatkala di Padang Mahsyar. Matahari didekatkan satu mil. Allahu Akbar … Entah maksudnya sejarak yang 1,6 KM atau sejarak pandangan mata memandang saat ini. Wallahu a’lam. Namun, hal tersebut sebagai gambaran akan dekatnya matahari dengan mereka. Di Padang Mahsyar, mereka tinggal selama empat puluh tahun dalam keadaan berdiri. Akibatnya, umat manusia tenggelam dengan keringat-keringat mereka.

Kadar keringat manusia sesuai dengan kadar amalan-amalan mereka selama hidup di dunia. Di antara mereka, ada yang keringatnya mencapai kedua mata kaki. Ada yang mencapai kedua lutut. Bahkan ada yang ditenggelamkan dengan keringatnya. Keringat tersebut sampai pada mulut atau telinga mereka. Sementara mereka belum dihisab. Sungguh mudah bagi Allah azza wajalla melakukan hal yang demikian. Hanya kepada Allah, kita memohon keselamatan dan pertolongan.

Di dalam hadis Al Miqdad bin Aswad yang diriwayatkan oleh Al Imam Muslim pada Kitab Shahihnya no. 2864, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyampaikan wahyu Allah kepada para sahabatnya. Beliau bersabda,
تُدۡنَى الشَّمۡسُ يَوۡمَ الۡقِيَامَةِ مِنَ الۡخَلۡقِ، حَتَّى تَكُونَ مِنۡهُمۡ كَمِقۡدَارِ مِيلٍ
“Pada hari kiamat, matahari didekatkan ke hadapan umat manusia hingga jaraknya sejauh satu mil.” Beliau melanjutkan sabdanya,
فَيَكُونُ النَّاسُ عَلَى قَدۡرِ أَعۡمَالِهِمۡ فِي الۡعَرَقِ، فَمِنۡهُمۡ مَنۡ يَكُونُ إِلَى كَعۡبَيۡهِ، وَمِنۡهُمۡ مَنۡ يَكُونُ إِلَى رُكۡبَتَيۡهِ، وَمِنۡهُمۡ مَنۡ يَكُونُ إِلَى حَقۡوَيۡهِ، وَمِنۡهُمۡ مَنۡ يُلۡجِمُهُ الۡعَرَقُ إِلۡجَامًا
“Keringat yang menimpa setiap orang sesuai dengan kadar amalan-amalan mereka. Di antara mereka, ada yang keringatnya sampai pada kedua mata kakinya. Di antara mereka, ada yang keringatnya sampai kedua lututnya. Dan di antara mereka, ada yang keringatnya melilit dirinya seakan tali kekang yang terpasang di mulutnya.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menegaskan dalam sabdanya (yang artinya), “Sesungguhnya keringat pada hari kiamat mencapai ketinggian 70 depa dari bumi. Keringat tersebut mencapai mulut-mulut manusia atau telinga mereka.” [H.R. Muslim no. 2863]

Pembaca Qudwah, semoga Allah subhanahu wa taala melindungi kita dari huru-hara kiamat …

Apa yang akan kita dapatkan kelak di akhirat? Tentu kita berharap mendapatkan kemuliaan sebagaimana didapatkan para nabi, shiddiqin, syuhada, dan shalihin. Semoga Allah subhanahu wa taala memberikan keamanan dan keselamatan kepada kita seperti apa yang mereka dapatkan. Dan semoga kita tidak digolongkan dalam golongan orang-orang yang celaka. Amin.

Hanya Allah subhanahu wa taala yang akan menyelamatkan diri-diri kita lalu dengan sebab amalan yang kita lakukan di dunia ini. Mari kita berusaha dan bersungguh-sungguh untuk melakukan ketaatan di jalan Allah, sehingga Allah merahmati dan menyayangi kita.

Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

Sumber: Majalah Qudwah edisi 40 vol.04 2016 rubrik Masa Depan. Pemateri: Al Ustadz Abu Bakar Al Jombangi.