Cari Blog Ini

Ummu Mahjan Al Anshariyah

Jangan remehkan kebaikan! Mengapa demikian? Karena sesungguhnya seseorang tidak akan pernah tahu dengan pasti mana dari amalan-amalan yang dia lakukan yang diterima oleh Allah subhanahu wa taala. Dia juga tidak akan pernah tahu secara pasti amalan dia yang manakah yang dapat mengantarkannya ke surga. Itu sebabnya jangan meremehkan kebaikan sekecil apapun.

Akan tetapi, sayangnya... sepertinya banyak yang menganggap sepele peringatan ini. Mayoritas manusia telah terpola pikirannya dengan gaya hidup materialisme. Sesuatu yang kecil dianggap tidak berarti. Sesuatu yang besar, barulah membanggakan dan menghasilkan. Padahal cara berpikir demikian adalah cara berpikir yang jauh dari kehidupan Islami.

Syariat Islam mengajarkan sebaliknya. Sesuatu tidaklah dilihat dari keadaan lahirnya semata. Sekecil apapun perkara yang dilakukan seorang hamba, mesti ada perhitungannya kelak, yaitu di hari ketika semua perkara diperhitungkan di hadapan Allah subhanahu wa taala. Di hari kiamat tidaklah ada satu orangpun yang akan dirugikan oleh Allah subhanahu wa taala. Sekecil apapun kebaikan maka akan didatangkan perhitungan dan pembalasannya. Begitu pula dengan keburukan. Sekecil apapun itu, Allah bakal datangkan perhitungan dan pembalasannya. Allah subhanahu wa taala berfirman dalam Al Quran Surat Al Anbiya: 47 yang artinya, “Dan Kami letakkan timbangan keadilan pada hari kiamat. Maka tidaklah akan dizalimi seorangpun sedikitpun. Sekalipun (keadaan kebaikan atau kejelekan tersebut) sebesar biji sawi akan Kami datangkan dengannya (perhitungan dan pembalasannya). Dan cukuplah Kami sebagai penghitung.”

Terlebih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَحْقِرَنَّ مِنَ المْعَرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ
“Janganlah kalian meremehkan kebaikan sedikitpun, sekalipun (hanya sekadar) engkau memberikan kepada saudaramu wajah yang berseri-seri.” [Hadits diriwayatkan oleh Imam Muslim].

SubhaanAllah... begitu agung dan mudahnya syariat Islam. Tidak seseorangpun melainkan dia mempunyai kesempatan yang sama di sisi Allah dalam berupaya memperbanyak amal kebaikan. Yang Allah takdirkan mempunyai kemampuan serta peran yang besar di dalam dakwah dan amal maka ia kerjakan sebagaimana yang ia mampui, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban dengan bagiannya yang besar tersebut di hadapan Allah kelak.

Sedangkan orang yang Allah takdirkan hanya memiliki sedikit kemampuan dan peran yang kecil dalam dakwah dan amal, entah karena fisiknya yang lemah, ataukah karena ekonominya yang sedikit, ataukah karena ilmunya yang terbatas, maka dia tidak perlu berkecil hati. Selama seseorang beramal ikhlas karena mengharapkan keridaan Allah subhanahu wa taala, bukan tidak mungkin amalannya tersebut dapat menghantarkannya ke surga, semua itu karena Allah tidak akan membebaninya kecuali sesuai dengan kesanggupannya.

Maka... pada kisah niswah kali ini kita kan melihat salah satu sosok shahabiyah yang mungkin amalannya sangat biasa. Akan tetapi ternyata amalan tersebut membekas di hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga dia berhak mendapatkan doa Rasul di penghujung hayatnya. Dia adalah Ummu Mahjan Al Anshariyah radhiyallahu ‘anha.

Tidak ada yang tahu persis siapa nama asli beliau. Beliau hanyalah seorang wanita tua yang miskin dan berkulit hitam. Dia termasuk penduduk asli Madinah. Orang-orang di sekitarnya biasa memanggilnya Ummu Mahjan. Mungkin tiada seorangpun yang pernah terpikir akan meneladani apa yang diperbuat dan dilakukan oleh Ummu Mahjan. Bahkan mungkin tidak terbesit dalam benak Ummu Mahjan sendiri. Tidak berniat untuk dikenal apalagi dikenang. Beliau hanya sekadar melakukan sesuatu yang bisa dikerjakannya dan berharap sesuatu itu dapat memberikan manfaat baginya di dunia maupun di akhiratnya. Sesungguhnya apa yang dikerjakan oleh Ummu Mahjan?

Ummu Mahjan -sebagaimana telah disebutkan- adalah seorang wanita tua dan miskin. Tidak banyak amalan yang dapat dilakukannya. Tenaganya sudah sangat berkurang dimakan usia, belum lagi keadaannya yang miskin membuatnya terhalang dari melakukan amalan yang berkaitan dengan harta. Tapi hal tersebut tidak membuatnya berkecil hati. Ia sadar benar bahwa Allah senantiasa membuka pintu kebaikan bagi siapapun yang menghendaki keridaan-Nya.

Maka dengan penuh kesederhanaan Ummu Mahjan mulai menyingsingkan lengannya berupaya memberikan sedikit tenaga yang dimilikinya untuk membersihkan masjid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ya... hanya sekadar membersihkan masjid. Akan tetapi, siapa yang meremehkan masjid Allah? Berbagai amalan kebaikan dilakukan di sana. Salat lima waktu, halaqah ilmi bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tempat para hamba Allah beribadah dan mendekatkan diri kepada-Nya. Maka bagi Ummu Mahjan tempat ini haruslah senantiasa dijaga kebersihannya.

Ia lakukan amalan ini dengan penuh kesungguhan. Setiap mendekati waktu-waktu salat, di setiap harinya, ia berusaha tidak terluput dari menjaga kebersihannya. Demikian senantiasa dia lakukan hingga ajal menjemputnya. SubhaanAllah... Mungkin itulah sebabnya, mungkin awalnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengenalnya, akan tetapi karena seringnya Rasulullah melihat dan bertemu dengannya ketika sedang membersihkan masjid, maka ketika ia tidak ada, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa kehilangan dirinya.

Ya... Ummu Mahjan wafat pada suatu malam. Para sahabat menguburkannya di sepertiga malam yang akhir di Baqi Al Gharqad, dan mereka enggan membangunkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sedang tertidur. Hingga akhirnya di pagi harinya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa kehilangan seorang wanita tua yang biasa membersihkan masjid. Beliau menanyakannya kepada para sahabatnya. Para sahabat menjawab, “Ia telah wafat.”

“Mengapa kalian tidak mengabariku?” Rasulullah bertanya seakan menyalahkan keputusan sahabat yang tidak membangunkan beliau. Para sahabat menganggap Ummu Mahjan adalah sosok yang kurang berarti sehingga merasa tidak perlu membangunkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah mengetahui bahwa Ummu Mahjan telah tiada dan telah dikuburkan, maka Rasulullah meminta untuk ditunjukkan kuburannya. Merekapun menunjukkannya dan kemudian Rasulullah menyalatinya di kuburannya.

SubhaanAllah... Lihatlah! Betapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menganggap remeh kebaikan yang dikerjakan Ummu Mahjan radhiyallahu ‘anha. Bahkan beliau merasa tidak suka untuk melewatkan kesempatan menyalati dan mendoakan Ummu Mahjan di dalam salatnya, berharap Allah subhanahu wa taala mengabulkan doa yang beliau panjatkan bagi Ummu Mahjan. Bahkan beliau menjelaskan kepada para sahabatnya setelah melaksanakan salat bagi Ummu Mahjan, bahwa kuburan-kuburan di sekitar Ummu Mahjan pun mendapatkan berkah karena sebab salat yang beliau laksanakan bagi Ummu Mahjan di area perkuburan tersebut. Beliau bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari yang artinya, “Sesungguhnya para penghuni kuburan-kuburan ini (yaitu kuburan-kuburan yang ada di sekitar Ummu Mahjan mayoritasnya) dipenuhi dengan kegelapan, dan Allah menerangi mereka dengan sebab salatku kepada mereka.”

SubhaanAllah... Kebaikan yang dilakukan oleh Ummu Mahjan bahkan dapat memberikan manfaat bukan hanya bagi dirinya di dunia maupun di alam kuburnya, tapi juga bagi orang lain. Maa syaa Allah.

Dari kisah sederhana tersebut tersirat sebuah pelajaran yang besar. Ternyata kebaikan besar bisa tercipta dengan sebuah amalan yang mungkin terlihat sederhana. Niat dan keikhlasan kepada Allah sajalah yang membuat amalan itu bisa berubah menjadi besar. Bukankah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menegaskan dalam sebuah hadis bahwa setiap amalan itu tergantung dari niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan apa yang dia niatkan. Apalagi jika amalan tersebut adalah amalan kebaikan, sesuai dengan tuntunan Rasul, dikerjakan terus menerus. Dalam hadis yang lain Rasulullah bersabda,
وَكَانَ أَحَبُّ الدِّينِ إِلَيْهِ مَا دَاوَمَ صَاحِبُهُ عَلَيْهِ
“Dan keadaan amalan / perkara yang paling dicintai di dalam agama adalah amalan yang pelakunya terus-menerus melakukannya.” [H.R. Mutafaqun alaihi].

SubhaanAllah... ternyata demikianlah amalan yang dicintai di dalam agama kita. Sekalipun tidak banyak, akan tetapi terus dilakukan, istiqamah dalam melaksanakannya, mengharap keridaan Allah, maka akan berbuah hasil yang besar. Apalagi jika amalan itu amalan yang lebih besar lagi. Lalu... apa yang membuat kita duduk termangu menunggu ada amalan besar yang harus dikerjakan? Sepantasnya kita bersegera bangkit menyingsingkan lengan untuk melakukan kebaikan di kehidupan kita ini. Kebaikan yang kita lakukan untuk orang lain pada hakikatnya adalah kebaikan untuk bekal kita sendiri di akhirat kelak. Ingat sabda Rasulullah di atas, “Janganlah kalian meremehkan kebaikan sedikitpun, sekalipun (hanya sekadar) engkau memberikan kepada saudaramu wajah yang berseri-seri.” [Hadis diriwayatkan oleh Imam Muslim].

Jika demikian... Sudahkah kita mulai hari ini dengan senyuman...?

Sumber: Majalah Qudwah edisi 46 vol.04 2017 rubrik Niswah. Pemateri: Al Ustadzah Ummu Abdillah Shafa.