Cari Blog Ini

Kitab At-Tauhid - Dakwah kepada Syahadat Lā Ilāha Illallāh

٤ - بَابُ الدُّعَاءِ إِلَى شَهَادَةِ أَنۡ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ
4. Bab Ajakan kepada Syahadat bahwa Tidak Ada Sesembahan yang Berhak Diibadahi kecuali Allah

وَقَوۡلِ اللهِ تَعَالَى: ﴿قُلۡ هَـٰذِهِۦ سَبِيلِىٓ أَدۡعُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا۠ وَمَنِ ٱتَّبَعَنِى ۖ وَسُبۡحَـٰنَ ٱللَّهِ وَمَآ أَنَا۠ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ ۝١٠٨﴾ [يوسف: ١٠٨].
Dan firman Allah taala (yang artinya), “Katakanlah: Ini adalah jalanku. Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kepada Allah di atas ilmu. Mahasuci Allah. Aku tidaklah termasuk orang-orang musyrik.” (QS. Yusuf: 108).
عَنِ ابۡنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا: أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ لَمَّا بَعَثَ مُعَاذًا إِلَى الۡيَمَنِ قَالَ لَهُ: (إِنَّكَ تَأۡتِي قَوۡمًا مِنۡ أَهۡلِ الۡكِتَابِ فَلۡيَكُنۡ أَوَّلَ مَا تَدۡعُوهُمۡ إِلَيۡهِ شَهَادَةُ أَنۡ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ) وَفِي رِوَايَةٍ: (إِلَى أَنۡ يُوَحِّدُوا اللهَ. فَإِنۡ هُمۡ أَطَاعُوكَ لِذٰلِكَ فَأَعۡلِمۡهُمۡ أَنَّ اللهَ افۡتَرَضَ عَلَيۡهِمۡ خَمۡسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوۡمٍ وَلَيۡلَةٍ. فَإِنۡ هُمۡ أَطَاعُوكَ لِذٰلِكَ فَأَعۡلِمۡهُمۡ أَنَّ اللهَ افۡتَرَضَ عَلَيۡهِمۡ صَدَقَةً تُؤۡخَذُ مِنۡ أَغۡنِيَائِهِمۡ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمۡ. فَإِنۡ هُمۡ أَطَاعُوكَ لِذٰلِكَ فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمۡوَالِهِمۡ، وَاتَّقِ دَعۡوَةَ الۡمَظۡلُومِ، فَإِنَّهُ لَيۡسَ بَيۡنَهَا وَبَيۡنَ اللهِ حِجَابٌ). أَخۡرَجَاهُ.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma: Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mengutus Mu’adz ke Yaman, beliau bersabda kepadanya, “Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari kalangan ahli kitab. Maka, jadikanlah awal pertama yang engkau ajak mereka kepadanya adalah syahadat bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah.” Di dalam riwayat lain, “Untuk menauhidkan Allah. Jika mereka menaatimu, maka ajarilah mereka bahwa Allah mewajibkan salat lima waktu dalam sehari semalam kepada mereka. Jika mereka menaatimu, maka ajarilah mereka bahwa Allah mewajibkan sedekah yang diambil dari orang-orang kaya mereka lalu diberikan kepada orang-orang fakir mereka. Jika mereka menaatimu, maka hati-hatilah engkau dari harta-harta berharga mereka dan takutlah dari doa orang yang dizalimi karena tidak ada penghalang apapun antaranya dengan Allah.”[1] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim.
وَلَهُمَا عَنۡ سَهۡلِ بۡنِ سَعۡدٍ - رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ -: أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ يَوۡمَ خَيۡبَرَ: (لَأُعۡطِيَنَّ الرَّايَةَ غَدًا رَجُلًا يُحِبُّ اللهَ وَرَسُولَهُ، وَيُحِبُّهُ اللهُ وَرَسُولُهُ، يَفۡتَحُ اللهُ عَلَى يَدَيۡهِ)، فَبَاتَ النَّاسُ يَدُوكُونَ لَيۡلَتَهُمۡ أَيُّهُمۡ يُعۡطَاهَا؟ فَلَمَّا أَصۡبَحُوا غَدَوۡا عَلَى رَسُولِ اللهِ ﷺ كُلُّهُمۡ يَرۡجُو أَنۡ يُعۡطَاهَا فَقَالَ: (أَيۡنَ عَلِيُّ بۡنُ أَبِي طَالِبٍ؟) فَقِيلَ: هُوَ يَشۡتَكِي عَيۡنَيۡهِ، فَأَرۡسَلُوا إِلَيۡهِ، فَأُتِيَ بِهِ، فَبَصَقَ فِي عَيۡنَيۡهِ، وَدَعَا لَهُ فَبَرَأَ كَأَنۡ لَمۡ يَكُنۡ بِهِ وَجَعٌ، فَأَعۡطَاهُ الرَّايَةَ وَقَالَ: (انۡفُذۡ عَلَى رِسۡلِكَ حَتَّى تَنۡزِلَ بِسَاحَتِهِمۡ، ثُمَّ ادۡعُهُمۡ إِلَى الۡإِسۡلَامِ. وَأَخۡبِرۡهُمۡ بِمَا يَجِبُ عَلَيۡهِمۡ مِنۡ حَقِّ اللهِ تَعَالَى فِيهِ، فَوَاللّٰهِ لَأَنۡ يَهۡدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلًا وَاحِدًا خَيۡرٌ لَكَ مِنۡ حُمۡرِ النَّعَمِ).
يَدُوكُونَ أَيۡ: يَخُوضُونَ.
Juga dalam riwayat Al-Bukhari dan Muslim dari Sahl bin Sa’d radhiyallahu ‘anhu: Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada hari Khaibar, “Besok aku benar-benar akan memberikan panji ini kepada seorang pria yang mencintai Allah dan Rasul-Nya dan dia pun mencintai Allah dan Rasul-Nya. Allah akan memberikan kemenangan melalui kedua tangannya.” Malam itu, orang-orang menduga-duga di sepanjang malam siapa di antara mereka yang akan diberi panji tersebut. Ketika sudah subuh, mereka berangkat menuju Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka semua berharap untuk diberi panji tersebut. Nabi bertanya, “Di mana ‘Ali bin Abu Thalib?” Ada yang berkata: Dia sedang sakit kedua matanya. Mereka mengutus orang kepadanya lalu beliau didatangkan. Nabi meludah di kedua mata ‘Ali lalu mendoakannya. ‘Ali pun sembuh seakan belum pernah sakit. Nabi lalu memberinya panji itu dan bersabda, “Berangkatlah dengan tenang sampai engkau tiba di halaman mereka. Kemudian ajaklah mereka kepada Islam dan kabarkan kepada mereka kewajiban berupa hak Allah taala yang ada di dalam Islam. Demi Allah, sungguh Allah memberi hidayah seseorang melalui engkau lebih baik bagimu daripada unta merah.”[2]
Yadūkūna artinya yakhūḍūna (membicarakan).
فِيهِ مَسَائِلُ:
الۡأُولَى: أَنَّ الدَّعۡوَةَ إِلَى اللهِ طَرِيقُ مَنِ اتَّبَعَ رَسُولَ اللهِ ﷺ.
الثَّانِيَةُ: التَّنۡبِيهُ عَلَى الۡإِخۡلَاصِ؛ لِأَنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَوۡ دَعَا إِلَى الۡحَقِّ، فَهُوَ يَدۡعُو إِلَى نَفۡسِهِ.
الثَّالِثَةُ: أَنَّ الۡبَصِيرَةَ مِنَ الۡفَرَائِضِ.
Dalam keterangan di atas ada beberapa permasalahan:
1. Bahwa dakwah kepada Allah adalah jalan orang yang mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
2. Perhatian kepada ikhlas karena banyak di antara manusia walaupun mengajak kepada kebenaran, namun dia juga menyeru kepada dirinya sendiri.
3. Bahwa bashirah (ilmu) termasuk kewajiban.
الرَّابِعَةُ: مِنۡ دَلَائِلِ حُسۡنِ التَّوۡحِيدِ كَوۡنُهُ تَنۡزِيهًا لِلهِ تَعَالَى عَنِ الۡمَسَبَّةِ.
الۡخَامِسَةُ: أَنَّ مِنۡ قُبۡحِ الشِّرۡكِ كَوۡنَهُ مُسَبَّةً لِلهِ.
السَّادِسَةُ: وَهِيَ مِنۡ أَهَمِّهَا. إِبۡعَادُ الۡمُسۡلِمِ عَنِ الۡمُشۡرِكِينَ لِئَلَّا يَصِيرَ مِنۡهُمۡ، وَلَوۡ لَمۡ يُشۡرِكۡ.
4. Termasuk yang menunjukkan keindahan tauhid adalah bahwa tauhid itu menyucikan Allah dari kerendahan.
5. Bahwa termasuk jeleknya kesyirikan adalah bahwa kesyirikan itu merendahkan Allah.
6. Dan ini termasuk yang terpenting adalah menjauhkan seorang muslim dari orang-orang musyrik agar dia tidak menjadi seperti mereka, walaupun dia tidak berbuat kesyirikan.
السَّابِعَةُ: كَوۡنُ التَّوۡحِيدِ أَوَّلَ وَاجِبٍ.
الثَّامِنَةُ: أَنَّهُ يُبۡدَأُ بِهِ قَبۡلَ كُلِّ شَيۡءٍ، حَتَّى الصَّلَاةِ.
التَّاسِعَةُ: أَنَّ مَعۡنَى: (أَنۡ يُوَحِّدُوا اللهَ). مَعۡنَى شَهَادَةِ أَنۡ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ.
7. Tauhid adalah kewajiban pertama.
8. Bahwa tauhid didahulukan sebelum segala sesuatu, sampai salat sekalipun.
9. Bahwa makna “menauhidkan Allah” adalah makna syahadat bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah.
الۡعَاشِرَةُ: أَنَّ الۡإِنۡسَانَ قَدۡ يَكُونُ مِنۡ أَهۡلِ الۡكُتُبِ وَهُوَ لَا يَعۡرِفُهَا، أَوۡ يَعۡرِفُهَا وَلَا يَعۡمَلُ بِهَا.
الۡحَادِيَةَ عَشۡرَةَ: التَّنۡبِيهُ عَلَى التَّعۡلِيمِ بِالتَّدۡرِيجِ.
الثَّانِيَةَ عَشۡرَةَ: الۡبِدَاءَةُ بِالۡأَهَمِّ فَالۡأَهَمِّ.
10. Bahwa manusia terkadang termasuk ahli kitab namun ia tidak berilmu terhadap syahadat. Atau ia mengilmuinya namun tidak mengamalkannya.
11. Perhatian untuk memberi pengajaran dengan bertahap.
12. Memulai dari yang terpenting lalu yang terpenting setelahnya.
الثَّالِثَةَ عَشۡرَةَ: مَصۡرِفُ الزَّكَاةِ.
الرَّابِعَةَ عَشۡرَةَ: كَشۡفُ الۡعَالِمِ الشُّبۡهَةَ عَنِ الۡمُتَعَلِّمِ.
الۡخَامِسَةَ عَشۡرَةَ: النَّهۡيُ عَنۡ كَرَائِمِ الۡأَمۡوَالِ.
13. Sasaran penyaluran zakat.
14. Seorang yang berilmu menyingkap kesamaran dari orang yang belajar.
15. Larangan dari (mengambil sedekah) harta-harta yang berharga. 
السَّادِسَةَ عَشۡرَةَ: اتِّقَاءُ دَعۡوَةِ الۡمَظۡلُومِ.
السَّابِعَةَ عَشۡرَةَ: الۡإِخۡبَارُ بِأَنَّهَا لَا تُحۡجَبُ.
الثَّامِنَةَ عَشۡرَةَ: مِنۡ أَدِلَّةِ التَّوۡحِيدِ مَا جَرَى عَلَى سَيِّدِ الۡمُرۡسَلِينَ وَسَادَاتِ الۡأَوۡلِيَاءِ مِنَ الۡمَشَقَّةِ وَالۡجُوعِ وَالۡوَبَاءِ.
16. Berhati-hati dari doa orang yang dizalimi.
17. Pengabaran bahwa doa tersebut tidak dihalangi.
18. Termasuk dalil tauhid adalah apa yang dialami oleh penghulu para rasul dan pemuka para wali berupa kesempitan hidup, kelaparan, dan wabah.
التَّاسِعَةَ عَشۡرَةَ: قَوۡلُهُ: (لَأُعۡطِيَنَّ الرَّايَةَ ...) إلخ: عَلَمٌ مِنۡ أَعۡلَامِ النُّبُوَّةِ.
الۡعِشۡرُونَ: تَفۡلُهُ فِي عَيۡنَيۡهِ عَلَمٌ مِنۡ أَعۡلَامِهَا أَيۡضًا.
الۡحَادِيَةُ وَالۡعِشۡرُونَ: فَضِيلَةُ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ.
19. Ucapan beliau, “Aku benar-benar akan memberikan panji ini…” sampai akhir, adalah salah satu tanda kenabian.
20. Meludahnya beliau pada kedua mata ‘Ali juga merupakan salah satu tanda kenabian.
21. Keutamaan ‘Ali radhiyallahu ‘anhu.
الثَّانِيَةُ وَالۡعِشۡرُونَ: فَضۡلُ الصَّحَابَةِ فِي دَوۡكِهِمۡ تِلۡكَ اللَّيۡلَةَ وَشُغۡلِهِمۡ عَنۡ بِشَارَةِ الۡفَتۡحِ.
الثَّالِثَةُ وَالۡعِشۡرُونَ: الۡإِيمَانُ بِالۡقَدۡرِ، لِحُصُولِهَا لِمَنۡ لَمۡ يَسۡعَ لَهَا وَمَنۡعِهَا عَمَّنۡ سَعَى.
الرَّابِعَةُ وَالۡعِشۡرُونَ: الۡأَدَبُ فِي قَوۡلِهِ: (عَلَى رِسۡلِكَ).
22. Keutaman para sahabat ketika mereka berbincang-bincang di sepanjang malam itu dan kesibukan mereka tentang kabar gembira kemenangan.
23. Iman kepada takdir karena bisa terwujud pada orang yang tidak mengusahakannya dan tidak terwujud dari orang yang mengusahakannya.
24. Adab dalam sabda beliau, “Perlahan-lahan.”
الۡخَامِسَةُ وَالۡعِشۡرُونَ: الدَّعۡوَةُ إِلَى الۡإِسۡلَامِ قَبۡلَ الۡقِتَالِ.
السَّادِسَةُ وَالۡعِشۡرُونَ: أَنَّهُ مَشۡرُوعٌ لِمَنۡ دُعُوا قَبۡلَ ذٰلِكَ وَقُوتِلُوا.
السَّابِعَةُ وَالۡعِشۡرُونَ: الدَّعۡوَةُ بِالۡحِكۡمَةِ؛ لِقَوۡلِهِ: (أَخۡبِرۡهُمۡ بِمَا يَجِبُ عَلَيۡهِمۡ).
25. Berdakwah kepada Islam, sebelum memerangi.
26. Bahwa memerangi disyariatkan bagi siapa saja yang telah didakwahi sebelumnya atau bagi siapa saja yang diperangi.
27. Dakwah dengan sikap hikmah berdasarkan sabda beliau, “Kabarkan apa saja yang wajib bagi mereka.”
الثَّامِنَةُ وَالۡعِشۡرُونَ: الۡمَعۡرِفَةُ بِحَقِّ اللهِ فِي الۡإِسۡلَامِ.
التَّاسِعَةُ وَالۡعِشۡرُونَ: ثَوَابُ مَنِ اهۡتَدَى عَلَى يَدَيۡهِ رَجُلٌ وَاحِدٌ.
الثَّلَاثُونَ: الۡحَلِفُ عَلَى الۡفُتۡيَا.
28. Mengetahui hak Allah di dalam Islam.
29. Pahala bagi siapa saja yang melalui perantaraannya seseorang mendapat petunjuk.
30. Bersumpah dalam fatwa.

[2] HR. Al-Bukhari nomor 2942 dan Muslim nomor 2406.